TRIBUNNEWS.COM - Wacana pengajuan hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 terus menjadi perbincangan.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, jika melihat situasi saat ini, hak angket sulit untuk diwujudkan.
Ada beberapa hal yang mendasari pemikiran Dedi. Pertama, ia menyebut partai politik (parpol) tengah tersandera.
"Membaca situasi, memang sulit terwujud, karena parpol pengusung tidak begitu steril dari sandera politik," kata Dedi kepada Tribunnews.com, Jumat (8/3/2024).
Contohnya, PDIP tersandera kasus Harun Masiku. Ia merupakan eks kader PDIP yang terlibat dalam kasus penyuapan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2019 Wahyu Setiawan.
Kemudian, yang terbaru kader PDIP sekaligus capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi.
"Ini memungkinkan PDIP akan takluk pada pertarungan kekuasaan," ujar Dedi.
Selain itu, Dedi mengatakan bahwa Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, tak solid dengan kader lain.
Ia melihat Puan cenderung memihak kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pada Pemilu 2024 ini tampak tak sejalan dengan PDIP.
"Bahkan sejak sebelum pemilu, Puan cenderung memihak pada Jokowi. Ini juga masalah lain dari sulitnya hak angket digulirkan," ucapnya.
Ia juga menyebut, jika pun hak angket tetap digulirkan, menurutnya bakal sulit membuktikan pelanggaran yang dilakukan Presiden Jokowi.
Baca juga: Soal Hak Angket, Anies: Tak Perlu Buru-buru, Kita Tunggu Saja Prosesnya
"Jika kemudian hak angket digulirkan, akan sulit mencapai tujuan, yakni membuktikan pelanggaran yang dilakukan presiden."
"Hak angket akan layu sebelum tumbuh, atau mati dalam proses pembenihan," jelasnya.
Keseriusan PDIP
Sementara itu, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, menyebut pihaknya serius untuk menggulirkan rencana hak angket.