"Lima persen untuk operasional Bank Jateng baik pusat maupun daerah, 5,5 persen untuk pemegang saham Bank Jateng yang terdiri dari pemerintah daerah atau kepala-kepala daerah yang 5,5 persen diberikan kepada pemegang saham pengendali Bank Jateng yang diduga adalah kepala daerah Jawa Tengah dengan inisial GP," ucapnya.
Sugeng menyebut, pemegang saham pengendali Bank Jateng adalah Gubernur Jateng yang dalam periode itu adalah Ganjar Pranowo.
Sugeng menduga perbuatan itu dilakukan dalam kurun 2014-2023. Totalnya, menurut Sugeng, lebih dari Rp 100 miliar.
"Itu diduga terjadi dari 2014 sampai 2023. Jumlahnya besar loh kalau dijumlahkan semua mungkin lebih dari 100 miliar untuk yang 5,5 persen tuh. Karena itu tidak dilaporkan ini bisa diduga tindak pidana," imbuhnya.
Hasto Menduga Ganjar Dikriminalisasi
Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, berbagai pihak yang menyerukan perlawanan untuk mengungkap kecurangan pada Pemilu 2024 mulai diintimidasi kekuatan tertentu.
Hal tersebut disampaikan Hasto ketika menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).
Hasto menyebut, pihak yang selama ini menyerukan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 diintimidasi memakai instrumen hukum.
Termasuk, kata Hasto, terhadap calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo yang menyuarakan penggunaan angket dan kini mulai diintimidasi dengan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Bagaimana perlawanan secara terukur itu, ya, kita lihat bagaimana reaksinya, aksi dan reaksinya, baru Pak Ganjar mengusulkan hak angket, langsung disetrum, ada yang melaporkan ke KPK," kata Hasto di lokasi.
Hasto bahkan menyebut media tidak luput menjadi sasaran intimidasi setelah rutin menyuarakan angket demi menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu pemilu 2024.
"Itu setruman-setruman itu banyak sekali, ini media sudah banyak yang disetrum. Tempo, Kompas, Media Indonesia pasti," ujarnya.
Dia menjelaskan, berbagai pihak yang tidak setuju terhadap penggunaan hak angket berlindung di balik prosedural agar wacana itu gagal.
Misalnya, kata dia, para penolak angket menyarankan pihak yang mengusulkan hak parlemen itu memakai laporan ke Bawaslu terhadap kecurangan Pemilu 2024.
"Inilah yang kemudian wajah populis yang ternyata berlindung di balik kata-kata demokrasi prosedural silakan ajukan ke polisi silakan ajukan ke Bawaslu ini, kan, demokrasi prosedural tetapi dalam substansinya sudah tidak ada lagi demokrasi kedaulatan rakyat itu. Maka, opsinya bagaimana politik sebagai opsi, tetapi syaratnya harus muncul," ucap Hasto.