TRIBUNNEWS.COM - Saat ini, Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah menjadi perbincangan hangat.
Menurut analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, Sirekap perlu diaudit.
Tak hanya Sirekap, Ujang menyebut, setiap program dan kegiatan yang dibiayai anggaran negara berhak untuk diaudit.
"Harus diaudit forensik (Sirekap) apalagi misalkan ditemukan kesalahan-kesalahan. Agar kita menjaga marwah KPU juga. Tidak disalahkan dan dilindungi," ungkap Ujang, Senin (11/3/2024).
Ia berpendapat, apabila nanti Sirekap diaudit dan tak ditemukan masalah, itu adalah hal bagus.
"Misalkan Sirekap diaudit tidak ada masalah dan itu bagus. Itu menunjukkan bukan kesalahan pada penyelenggara pemilu," ujarnya.
Lebih lanjut, Ujang menegaskan, bahwa audit forensik Sirekap diperlukan agar ada transparansi dan tidak ada kejadian serupa di kemudian hari.
"Karena itu, kita harus terbuka dan transparan saja. Kalau tidak salah jangan takut diaudit. Karena setiap anggaran negara harus diaudit," tegasnya.
Sebelumnya, anggota KPU, August Mellaz, sempat menyebut bahwa memang terjadi masalah dalam Sirekap saat proses mengubah data numerik usai formulir C.Hasil diunggah.
August mengungkit soal data Sirekap yang sempat berhenti sejak tanggal 15 hingga 18 Februari.
"Itu sejak awal, jadi tanggal 15 Februari sampai 18 Februari kalau teman-teman perhatikan, itu kan sempat berhenti Sirekap ketika suplai data masuk itu hampir 20 persen setiap hari, 66,6 persen."
Baca juga: Eks Wakapolri Oegroseno Sebut Polisi Bisa Periksa KPU hingga Police Line Server Sirekap
"Tapi begitu data masuk mengubahnya jadi masalah. Jadi, bukan kemudian unggahannya yang masalah, tapi mengubahnya yang jadi masalah," ujar Mellaz saat ditemui di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Hingga saat ini KPU tengah fokus dalam memperhatikan dokumen yang diunggah ke dalam Sirekap.
Apabila ada dokumen yang masih belum sesuai, KPU akan langsung melakukan perbaikan.
Lebih lanjut, Mellaz meminta untuk semua peserta pemilu dan juga publik untuk memperhatikan proses rekapitulasi berjenjang yang tengah berjalan.
Sebab dari situlah basis acuan data yang digunakan KPU untuk Sirekap.
"Karena itulah yang kemudian jadi basis," ungkapnya.
Sirekap ramai diberbincangkan usai KPU mengubah tampilan situs https://pemilu2024.kpu.go.id pada Selasa (5/3/2024) malam.
Grafik perolehan suara Pemilu 2024 dalam real count atau hitungan nyata Sirekap menghilang.
Sebelumnya, laman tersebut menampilkan diagram hasil sementara perolehan suara, baik pilpres maupun pileg.
Namun, kini laman tersebut hanya bisa diakses untuk menu wilayah saja.
Menurut penjelasan anggota KPU RI, Idham Holik, saat ini pihaknya hanya akan menampilkan bukti autentik untuk hasil perolehan suara, dalam hal ini foto formulir Model C.Hasil.
"Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti autentik perolehan suara peserta pemilu," kata Idham saat dikonfirmasi, Selasa (5/3/2024).
Ia menyebut, fungsi utama Sirekap bagi publik ialah menampilkan publikasi foto formulir Model C.Hasil Plano guna memberikan informasi akurat.
Formulir Model C.Hasil plano di setiap tempat pemungutan suara (TPS) adalah formulir yang dibacakan oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK) dalam merekapitulasi perolehan suara peserta pemilu, lalu dituliskan dalam Lampiran Formulir Model D.Hasil.
Model C.Hasil itu nantinya dimasukkan ke Sirekap untuk kemudian dipindai datanya.
Namun, tak satu-dua kali Sirekap mengalami galat sehingga mengakibatkan jumlah perolehan suara hasil pindai dan di Model C.Hasil jadi berbeda.
KPU menilai data yang kurang akurat itulah yang memunculkan prasangka publik.
Hal ini yang mendasari KPU mengubah format dalam menampilkan hasil rekapitulasi.
"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader, KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), dan operator Sirekap KPU Kabupaten/Kota akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," ujar Idham.
(Tribunnews.com/Deni/Rahmat Fajar Nugraha/Mario Christian Sumampow)