Bahkan dia menyebut alat elektronik tidak diperbolehkan dalam RPH.
"Saya kira iya (elektronik tidak boleh dalam RPH) untuk meminimalisir sesuatu yang tidak diinginkan, ada mekanisme yang kita terapkan, supaya ketertutupan dan kerahasiaan itu terjamin," ucapnya.
"Jadi kami memastikan kalau ada bocor-bocor itu tentu bukan dari Mahkamah Konstitusi," sambungnya.
Fajar menjelaskan MK dalam memutus perkara diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Dalam beleid itu, hakim konstitusi akan bermufakat menentukan putusan.
Apabila mufakat tidak dapat dicapai, maka hakim konstitusi akan mengambil jalan pengambilan suara terbanyak.
Adapun dalam sidang PHPU kali ini, hakim konstitusi yang ikut bersidang jumlahnya 8 orang. Artinya, ada potensi suara berimbang dalam putusan ini.
Baca juga: Putuskan Sengketa Pilpres 2024 Awal Pekan Depan MK Diharapkan Tak hanya Jadi Corong Undang-Undang
Terkait itu, suara ketua sidang pleno yang akan menentukan. Ketua sidang pleno pada sengketa ini yakni Ketua MK Suhartoyo.
"Kalau suara terbanyak tidak bisa diambil, keputusan tidak bisa diambil dengan suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno itu menentukan," kata Fajar.
Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 45 ayat 8 UU Mahkamah Konstitusi.
Dalam pasal itu dijelaskan jika putusan tidak bisa diambil dengan suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno merupakan suara yang menentukan.
"Misalnya 8 hakim konstitusi ada dua pendapat berbeda, misalnya empat banding empat lalu mana yang menjadi putusan? Itulah di ayat 8 Pasal 45 UU MK dinyatakan posisi ketua sidang pleno. Ini contoh ya, kalau di sini berarti ini yang menjadi putusan. Ini yang akan menjadi dissenting, begitu. Jadi nggak ada deadlock," ungkapnya.
Senin Pembacaan Putusan MK
Pembacaan putusan sengketa hasil Pilpres itu akan dilakukan pada Senin (22/4/2024) lusa.
Rencananya MK akan menggabungkan pembacaan putusan sengketa yang dimohonkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam satu sidang.