TRIBUNNEWS.COM - Calon presiden (capres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo, akhirnya mengumumkan arah politiknya usai kalah dari Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 kemarin.
Ganjar pun memutuskan untuk tidak bergabung pemerintahan Prabowo-Gibran dengan menjadi oposisi.
Mantan Gubernur Jateng itu memutuskan menjadi oposisi karena rasa cintanya kepada rakyat.
Ganjar berjanji selama berada di luar pemerintahan nanti, ia akan mengawal secara benar jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Kita tidak akan pernah berhenti untuk mencintai republik ini, kita akan mengawal dengan benar, dan saya declare pertama, saya tidak akan bergabung di pemerintahan ini," kata Ganjar, Senin (6/5/2024), dilansir Kompas.com.
Lebih lanjut Ganjar menuturkan, ia sangat menghormati jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran.
Untuk itu, Ganjar akan melakukan kontrol dengan cara yang benar.
"Saya sangat menghormati pemerintahan ini, dan kami akan melakukan kontrol dengan cara yang benar," ungkap Ganjar.
Mahfud akan Kembali ke Kampus
Sementara itu, pasangan Ganjar di Pilpres 2024, Mahfud MD, memilih jalan yang berbeda.
Mahfud memutuskan kembali ke kampus untuk mengajar.
Dengan menjadi pengajar dan kembali ke kampus, kata Mahfud, maka ia bisa memperbaiki praktik hukum di Indonesia yang menurutnya kini tengah rusak.
Selain itu, Mahfud juga ingin meluruskan bagaimana cara berhukum yang benar.
"Saya kembali ke kampus dan tentu terutama meluruskan cara kita berhukum. Cara kita berhukum sekarang sedang agak rusak," kata Mahfud, Senin.
Mantan Menko Polhukam era Presiden Jokowi ini menyebut ada sejumlah indikator yang menandakan rusaknya praktik hukum di Indonesia.
Misalnya, proses pembuatan undang-undang (UU) yang menurutnya hanya untuk menuntaskan hasrat kepentingan segelintir pihak.
"Ketika membuat undang-undang lalu diselerakan dengan selera-selera elite yang punya kepentingan jangka pendek dan kepentingan kelompok kecil. Itu dalam berhukum, sehingga dituangkan dalam undang-undang," ujar dia.
Selanjutnya, Mahfud juga menilai saat ini muncul praktik intervensi di pengadilan ketika sedang menguji undang-undang yang diprotes oleh masayrakat.
"Kalau di undang-undang itu tidak lolos karena protes masyarakat, pengadilannya yang dikerjain. Jadi, berhukum itu membuat undang-undang dan menegakan hukum di pengadilan," terang Mahfud.
Tak hanya soal hukum, Mahfud juga merasa bahwa cara berpolitik di Indonesia juga harus diperbaiki karena kini praktik bagi-bagi jabatan semakin vulgar dilakukan.
Mahfud pun menyoroti munculnya narasi untuk bagi-bagi jabatan setiap kali rangkaian pilpres berakhir.
"Nanti setiap ada pemilu jabatan-jabatan setingkat menteri bertambah, itu lima kali pemilu, sudah, negara ini sudah banyak sekali menterinya. Seharusnya tidak sampai ke situ politik itu," pungkas Mahfud.
Baca juga: Tegaskan Tak Akan Bergabung di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ganjar: Kawal dengan Cara Lain
Menanti Sikap Politik PDIP
PDI Perjuangan (PDIP) akan mengambil dan memutuskan sikap politiknya ke depan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang akan dilaksanakan 24-26 Mei 2024, mendatang.
Di Rakernas ini akan diputuskan bahwa partai pimpinan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ini bakal berada di dalam atau mengambil sikap berada di luar pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Politikus PDIP, Masinton Pasaribu, memahami sikap politik partai berlambang banteng moncong putih ini sangat ditunggu, terutama oleh parpol Koalisi Indonesia Maju (KIM) pendukung Prabowo.
Sebab, hal ini akan mempengaruhi pembagian kursi di kabinet pemerintahan.
"Sikap PDIP pasti ditunggu-tunggulah baik itu kalau buat teman-teman yang ada di dalam pendukung Pak Prabowo kemarin pastinya dag dig dug juga PDIP ini masuk enggak, ya."
"Kalau masuk, kursi kita berkurang enggak, ya. Kan, begitu," kata Masinton dalam diskusi Polemik Trijaya FM yang bertajuk ‘Demokrasi Tanpa Oposisi’ secara daring, Sabtu (4/5/2024).
Masinton pun meyakini, Prabowo sebagai presiden terpilih 2024 akan memilih perhitungan matang untuk menjaga stabilitas pemerintahannya ke depan.
Namun, dia menegaskan prinsip utama dari PDIP adalah mengutamakan kehendak rakyat dalam mengambil sikap politik.
"Pasti presiden punya pertimbangan lain stabilitas apa segala macam pasti dukungan parlemen dan sebagainya. Tentu bagi PDIP, politik enggak bisa lepas dari kehendak rakyat harus mengarusutamakan rakyat dalam seluruh aktivitas politik itu," terang Masinton.
Menurut Anggota DPR RI Komisi XI ini, jika berkaca pada proses Pilpres 2024, di mana kekuatan rakyat tidak menjadi arus utama.
Tapi justru, Masinton berpandangan Pilpres 2024 hanya menunjukkan pertemuan dan kesepakatan elite parpol.
"Nah kalau kita lihat hiruk pikuk hari ini, kan, enggak ada itu rakyat di dalamnya semuanya silaturahmi ngomong demi kepentingan bangsa demi ini, ya, oke-oke saja masih tataran normatif."
"Maka bagi kita demokrasi bukan sekadar menang kalah, tapi demokrasi bukan berjalan dalam prosedural tetapi demokrasi yang kita perjuangkan tahun 1998 lalu melalui reformasi dan demokrasi yang kita perjuangkan demokrasi yang substantif," jelasnya.
Sementara itu, Masinton pun punya keyakinan bahwa sikap Ketum Megawati Soekarnoputri merupakan orang yang konsisten dalam bersikap.
Baca juga: Usai Kalah dari Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, Ganjar-Mahfud akan Dapat Tugas Baru dari Megawati
Sehingga, keputusan akan diambil dengan pertimbangan matang.
"Ibu Mega orang konsisten dalam aspek memperjuangkan demokrasi substansi bicara keadilan apakah kemarin kita sudah melihat pemilu kemarin, apakah di sana kita sudah benar-benar menjalankan demokrasi secara jujur, adil, tepercaya, kan, enggak tapi kita butuh perjuangan panjang memperjuangkan subtansi demokrasi tadi," tegas Masinton.
Dalam kesempatan itu, Masinto juga menyinggung tentang dua hal yang perlu dilakukan oleh partai politik (parpol) dalam menentukan sikap, yakni komitmen dan konsistensi.
"Sebenernya ya kalau saya mau ini, tapi lagi-lagi pertimbangan masing-masing partai lah ya. Politik itu mesti perlu komitmen dan konsistensi. Kalo kita umpama bicara perubahan ya konsisten aja di garis perubahan itu apa aja," kata Masinton.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Dewi Agustina)(Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya/Novianti Setuningsih)