Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) belum bisa memastikan lolos atau tidaknya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke parlemen.
Hal ini terkait gugatan sengketa pileg yang diajukan PPP ke MK. Adapun 10 dari 24 gugatan yang diajukan partai berlambang Ka'bah itu telah kandas.
Baca juga: Megawati Sedih PPP Tak Lolos Parlemen: Tak Usah Khawatir, Nanti Menang Lagi Kok
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, soal nasib PPP itu memang belum bisa dilihat saat ini.
Ia menyampaikan, masih ada sejumlah gugatan PPP yang berlanjut di MK.
Beberapa permohonan tersebut, kata Enny, perlu dibuktikan dalam sidang pemeriksaan pembuktian mendatang.
Baca juga: Pilgub Jambi 2024, PPP Resmi Dukung Pasangan Haris-Sani
"Saya belum bisa menjawab pasti karena dari beberapa perkara yang masih lanjut, apakah terbukti suara PPP diambil parpol lain, semua tergantung hasil pembuktian-pembuktian," kata Enny, saat dihubungi, pada Jumat (24/5/2024).
Lebih lanjut, Enny menjelaskan, nasib PPP di DPR RI, dalam hal ini syarat perolehan suara memenuhi parliamentary threshold (PT) 4 persen, baru bisa ditentukan setelah tahap pembuktian.
"Dan apakah masih signifikan suara PPP untuk sampai lolos PT 4 persen, baru bisa dihitung setelah pembuktian," jelas Enny.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah menggelar putusan dismissal untuk 207 dari 297 perkara sengketa Pileg 2024.
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, berdasarkan sidang agenda putusan dismissal yang digelar, pada tanggal 21-22 Mei 2024 ini, pihaknya mencatat ada sebanyak 148 putusan, 48 ketetapan, dan 16 petikan yang diucapkan majelis hakim konstitusi.
"Dari 207 (perkara masuk putusan dismissal) ini, 148 putusan, kemudian 48 ketetapan, dan 16 petikan," ucap Fajar, kepada wartawan di gedung MK, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Baca juga: Pengamat Sebut Mardiono Layak Mundur, Dinilai Gagal Selamatkan PPP Bertahan di Senayan
Ia kemudian menjelaskan, dalam putusan dismissal perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif ini, ada tiga varian produk hukum. Di antaranya berupa putusan, ketetapan, dan petikan.
"Kalau putusan itu berarti sudah berhenti. Kalau ketetapan juga begitu," jelasnya.