Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 terkait pengujian PKPU Nomor 9 Tahun 2020 terkait usia minimal pencalonan kepala daerah dinilai sebagai preseden terburuk dan sarat kepentingan politis.
“Putusan MA ini menjadi preseden buruk dalam demokrasi dan sarat kepentingan politis,” kata Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati dalam keterangannya, Sabtu (1/5/2024).
“Atas nama kesetaraan dan keterwakilan anak muda memperalat dan mengakali konstitusi,” ia menambahkan.
Padahal, tegas Neni, putusan MA ini jelas hanya akan menguntungkan kandidat yang memiliki kekerabatan, kedekatan dengan oligarki dan politik dinasti.
DEPP sangat menyayangkan putusan MA yang cepat kilat dan menjadi tanda tanya publik sebab nyaris tidak ada keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas.
Baca juga: Mantan Anggota KPU: Putusan MA Soal Batas Usia Minimal Kepala Daerah Patut Dicurigai
Lebih jauh lagi, putusan MA dianggap sebagai salah satu langkah untuk mengakomodir langkah anak Presiden Joko Widodo Jokowi (Jokowi), Kaesang Pangarep untuk maju dalam Pilkada 2024.
“Sehingga wajar ketika ada dugaan untuk memuluskan jalan anaknya presiden, Kaesang Pangarep yang akan maju menjadi calon gubernur atau wakil gubernur,” ungkap Neni.
“Kini peluang itu terbuka lebar tanpa ada hambatan aturan,” tambahnya menegaskan.
Sebagaimana diketahui, MA mengabulkan permohonan Partai Garuda terkait aturan syarat batas minimal usia calon kepala daerah.
Hal tersebut ditegaskan MA melalui Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputus pada Rabu (29/5/2024).
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," demikian amar putusan tersebut sebagaimana tersedia di laman resmi MA.
MA menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
Melalui putusan tersebut, MA mengamanatkan KPU untuk mengubah Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU, dari yang semula mensyaratkan calon gubernur (cagub) dan wakil cagub minimal berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon menjadi setelah pelantikan calon terpilih.
Adapun Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU yang dinyatakan bertentangan tersebut berbunyi:
"Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon",
Sedangkan MA mengubah Pasal a quo menjadi:
"....berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih".
Selanjutnya, MA memerintahkan KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.