Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) lebih progresif saat memutus sengketa pemilihan anggota legislatif (pileg) dibandingkan pemilihan presiden (pilpres).
Titi menjelaskan, hal tersebut dibuktikan oleh beberapa putusan MK pada sejumlah perkara, yang membatalkan hasil pilkada di beberapa daerah dan memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) akibat adanya penyalahgunaan program dan anggaran pemerintah ataupun mobilisasi ASN dan birokrasi untuk kepentingan pemenangan pasangan calon tertentu.
Baca juga: PKS Usung Sohibul Iman di Pilgub Jakarta, Anies Baswedan Bakal Kehilangan Pendukungnya saat Pilpres?
Misalnya, Titi menyebutkan, praktik kecurangan pemilu tersebut pernah terjadi di Pilkada Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kota Tangerang Selatan, serta sejumlah daerah lainnya.
"Kalau dibandingkan antara pilpres dan pilkada, MK sebenarnya jauh lebih progresif saat memutus perselisihan hasil pilkada dibanding pilpres," kata Titi, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (26/6/2024).
Selain itu, kata Titi, di beberapa daerah, MK juga secara tegas memerintahkan PSU imbas adanya politik uang, yang terbukti namun tidak mendapatkan penegakan hukum secara memadai.
Misalnya, di Pilkada Kotawaringin Barat dan Mandailing Natal.
"Oleh karena itu, pasangan calon harus benar-benar memastikan untuk patuh dan taat aturan dalam berkontestasi dan melakukan kerja-kerja pemenangan, agar tidak gagal saat sudah di penghujung perselisihan hasil," jelas Titi.
Lebih lanjut, Titi menekankan, Bawaslu juga perlu memastikan para jajarannya di lapangan agar bisa bekerja secara optimal dengan melakukan pengawasan dan penegakan hukum pilkada secara efektif.
Menurutnya, Bawaslu juga harus mampu memberikan pemenuhan rasa keadilan dalam setiap penanganan laporan ataupun temuan dugaan pelanggaran pilkada yang mereka tangani.
Baca juga: 5 Sosok Kader PKS Kandidat Cawagub Anies Baswedan, Termasuk Jubir Prabowo-Sandi di Pilpres 2019
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi telah selesai menggelar penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif 2024, pada Senin (10/6/2024).
Mulanya sebanyak 297 perkara sengketa pileg diregistrasi MK.
Kemudian, jumlah perkara tersebut mengalami perubahan saat persidangan memasuki tahap putusan dismissal.
Terdapat sebanyak 106 perkara lolos putusan dismissal dan diteruskan Mahkamah ke tahap pemeriksaan pembuktian.
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, dari total 106 perkara tersebut, ada 44 perkara yang dikabulkan oleh peradilan yang dijuluki "The Guardian of Constitution" itu.
Lebih rinci, 44 perkara tersebut terdiri dari 21 amar putusan yang menyatakan "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian", dan 6 putusan dengan amar putusan "Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya".
Sementara itu, berdasarkan perintah putusannya, dari total 44 perkara dikabulkan tersebut, ada sebanyak 21 putusan MK yang memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
Kemudian, sebanyak 11 putusan MK memerintahkan KPU untuk menggelar penghitungan ulang surat suara.
Selanjutnya, ada 6 putusan MK yang meminta KPU melakukan rekapitulasi suara ulang dan 4 putusan memerintahkan KPU untuk melakukan penyandingan data suara ulang.