Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum UI Titi Anggraini menjelaskan pencatutan nomor induk kependudukan (NIK) untuk mendukung pencalonan pasangan independen di Pilkada merupakan tindak pidana.
Diketahui kabar dugaan pencatutan NIK untuk mendukung pencalonan jalur independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana dalam Pilkada Jakarta viral di media sosial.
Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus mantan calon presiden 2024, Anies Baswedan, melalui akun X-nya, mengaku NIK anak dan kerabatnya telah dicatut.
Titi mengungkapkan maraknya dugaan dan juga keluhan terkait pencatutan data warga khususnya di Jakarta, harus direspon cepat Bawaslu.
"Dalam Undang-Undang Pilkada pada pasal 185 dan pasal 186 disebutkan penggunaan keterangan yang tidak benar. Atau dukungan palsu terhadap pencalonan perseorangan merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimal 36 bulan dan denda maksimal Rp 36 juta," kata Titi, Jumat (16/8/2024).
Selain itu, kata Titi, penyelenggara pemilihan baik PPK, PPS, dan KPU yang tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi atas syarat dukungan calon perseorangan pun bisa dipidana.
Baca juga: PBHI Minta KPU Batalkan Pencalonan Dharma Pongrekun di Pilkada Jakarta Jika Terbukti Catut NIK
"Juga merupakan tindak pidana yang diancam pidana penjara maksimal 72 bulan dan denda maksimal Rp 72 juta," jelasnya.
Kemudian dikatakan Titi atas indikasi dan temuan awal dugaan kecurangan tersebut, Bawaslu tidak perlu menunggu karena patut diduga kuat merupakan pelanggaran Pilkada dan merupakan tindak pidana pemilihan.
Baca juga: Dharma-Kun Lolos Verifikasi Pilkada Jakarta, Pengamat Beberkan Peta Persaingan Paslon
"Bagi mereka yang namanya atau datanya dicatut diharapkan untuk mau atau bersedia melaporkannya ke Bawaslu. Sehingga bisa diproses hukum dan bisa memberikan efek jera kepada mereka yang melakukan pencatutan atau pelanggaran," tegasnya.