TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal tudingan terlibat dalam penjegalan Anies Baswedan dalam Pilkada Jakarta ataupun Pilkada Jawa Barat 2024.
Jokowi menegaskan masalah pencalonan merupakan urusan partai politik.
Sementara, dirinya bukan seseorang ketua umum atau bahkan pemilik partai politik.
Hal itu disampaikan Jokowi usai meresmikan Gedung Pelayanan Kesehatan Respirasi Ibu dan Anak di Rumah Sakit (RS) Persahabatan, Jakarta Timur, Jumat (30/8/2024) sore.
"Saya bukan ketua partai, saya juga bukan pemilik partai, supaya tahu semua, apa urusannya?" kata Jokowi dikutip dari Kompas.com.
Jokowi memahami dirinya memang kerap dituding bermacam-macam hal.
Termasuk soal tudingan penjegalan atau menjadi penghambat kemajuan seseorang.
Terkait hal itu, Jokowi menjelaskan bahwa dalam pencalonan, selalu ada proses hitung-hitungan antara koalisi dan partai politik.
Sehingga, ada mekanisme dan proses pematangannya di lingkup intern partai.
"Saya kan ditudang-tuding, kan banyak banget, tidak hanya itu saja, dituding menjegal, dituding menghambat."
"Tapi kan itu urusan partai politik, mau mencalonkan dan tidak mencalonkan itu urusan koalisi, urusan partai politik, ada mekanisme, ada proses di situ," jelas Jokowi.
'Mulyono' Biang Kerok
Diketahui, sebelumnya Ketua DPD PDIP Jawa Barat Ono Surono membeberkan alasan PDIP batal mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jabar.
Ono awalnya menceritakan bahwa penawaran untuk Anies dari PDIP sudah berjalan lancar.
Namun, ada peran "Mulyono" dan gengnya yang beroperasi menggagalkan pencalonan Anies Baswedan.
"Kenapa gagal? Kami menghadapi tantangan yang sangat besar, tangan-tangan yang tidak menyetujui pak Anies didukung PDIP. Ya, Mulyono dan Geng. Tulis saja Mulyono," kata Ono kepada wartawan, Jumat.
Adapun belakangan sosok bernama Mulyono itu disebut-sebut adalah nama kecil Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ono mengaku memang Anies asli dari Kuningan dan punya track record bagus dalam membangun Jakarta.
Namun, langkah PDIP mengusung Anies batal begitu saja di last minutes.
"Jadi saya yakin bisa jadi sosok untuk membangun Jawa Barat, tapi kekuatan besar itu membuat pak Anies tidak jadi diusung PDIP," sambung Ono.
Ono juga mengaku bahwa tiga hari yang lalu, Anies bersedia diusung oleh PDIP di Jawa Barat, tapi langkahnya dihambat.
"Tidak secara spesifik saya sampaikan, tapi kan sudah kita bisa lihat lah Pak Anies dijegal di DKI, ini juga terjadi di Jawa Barat. Teman-teman bisa menafsirkan sendiri ya bentuknya seperti apa," tutur Ono.
Ono yang gemas pun lantas menitipkan pesan untuk sosok 'Mulyono' melalui media.
"Pak Mulyono, tidak usah cawe-cawe lagi di Pilkada, biarkan rakyat bisa mempunyai pilihan sesuai dengan hati nuraninya."
"Hingga terpilih pemimpin yang terbaik untuk Indonesia, provinsi dan kabupaten kota di seluruh Indonesia," pungkas Ono.
Tidak berselang lama, PDIP pun sempat memberikan klarifikasi soal tuduhan adanya campur tangan sosok bernama Mulyono dalam gagalnya pencalonan Anies Baswedan dalam Pilkada 2024.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Deddy Yevri Sitorus menegaskan bahwa batalnya PDIP mengusung Anies di Pilkada khususnya Jakarta 2024 itu karena kehendak Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, bukan karena sosok "Mulyono".
Hal itu disampaikan Deddy lantaran rekan separtainya, Ono Surono-lah yang melemparkan tuduhan tersebut.
Ia memastikan tidak ada intervensi dari Presiden Jokowi, yang nama masa kecilnya adalah Mulyono itu.
"Jadi saya tidak melihat gimana ada Mulyono-Mulyonoan itu, karena itu Mas Pramono Anung kan ditanya, 'Kamu mau enggak berjuang, ini permintaan teman-teman kader?' dan itu perintah langsung Bu Mega dan Mas Pramono Anung mengatakan, 'Saya siap kalau ditugaskan'," beber anggota DPR RI ini.
Deddy mengakui, di internal partainya terjadi dinamika menjelang pendaftaran pasangan calon kepala daerah, terutama di Jakarta.
"Bahwa dinamika yang terjadi realnya, bukan omongan orang, adalah karena ada keinginan yang kuat," kata Deddy ditemui di Kantor DPP PDI-P, Jumat (30/8/2024) sore dikutip dari Kompas.com.
Deddy mengatakan memang ada keinginan dari pengurus daerah mengusung Anies Baswedan.
Tapi di sisi lain, PDI-P juga ingin memajukan kadernya sendiri.
"Di satu sisi DPD (PDI-P) DKI, pengurus provinsi kita DKI, itu sangat ingin untuk mengusung Mas Anies, karena dianggap sudah paham situasi Jakarta dan Pilpres kemarin, suaranya juga cukup bagus."
"Di sisi lain, ada juga keinginan yang sangat kuat, karena ini ibu kota, maka perlu kader dimajukan untuk membuktikan bahwa kita memang punya proses kaderisasi yang bagus," jelas Deddy.
Pada akhirnya, dari dinamika tersebut, diputuskan bahwa PDI-P mengusung kader internal pada Pilkada Jakarta, yakni Pramono Anung-Rano Karno.
Pramono bahkan ditugaskan langsung oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk maju Pilkada Jakarta sebagai bakal calon gubernur.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Reza Deni)(Kompas.com/Irfan Kamil)