TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta segera membuat aturan terkait larangan dan sanksi pelibatan anak dalam pilkada.
"Dengan sifat kesegeraannya dapat dikeluarkan kebijakan Peraturan Bawaslu terhadap pengawasan tahapan kampanye yang memasukan khusus larangan dan sanksi pelibatan anak dalam pemilu dan pemilihan," kata Divisi Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Brahma Aryana dalam keterangannya, Rabu (16/10/2024).
"Minimal untuk fungsi pencegahan atau preventif dan penindakan pelanggaran terhadap perlindungan anak," sambungnya.
Dalam tahapan kampanye Pilkada 2024 di beberapa daerah kunjungan-kunjungan pasangan calon, ditemukan keterlibatan anak-anak.
"Bahkan ada video, dalam tim sukses paslon pemilihan gubernur dan wakil gubernur melakukan aksi tebar uang ke warga dan anak-anak di daerah Pandeglang, Banten," jelas Brahma.
Teranyar, dalam debat Pilgub DKI Jakarta di JIExpo beberapa waktu lalu pun tampak kehadiran anak-anak.
Sebagai informasi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat pada pemilu 2019 lalu setidaknya terdapat 55 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak dalam politik.
Di Pemilu 2024, ada enam kasus, dan 47 kasus temuan KPAI di media sosial. Pelanggaran tersebut adalah melibatkan anak-anak dalam kampanye.
Baca juga: Pengamat Sebut Peran Ormas Keagamaan Masih Penting di Pilkada Jakarta
Brahma menegaskan kejadian-kejadian pelaksanaan kampanye di pilkada saat ini yang kerap melibatkan anak-anak tidak mendapat perhatian dan penanganan serius oleh lembaga-lembaga yang memiliki otoritas.
Sebab di satu sisi, memang dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Peraturan KPU yang memayungi tentang Kampanye Pilkada tidak mengatur keterlibatan anak-anak dalam kegiatan politik pemilihan, termasuk dalam kampanye.
Larangan keterlibatan anak-anak dalam kegiatan pemilu hanya dalam UU Pemilu 7/2017.
Untuk itu diperlukan langkah solutif pihak berwenang untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang lebih serius terhadap persoalan perlindungan anak dalam pilkada.
"Diperlukan pijakan atau landasan hukum yang kuat setingkat undang-undang, seperti dikeluarkannya peraturan pengganti undang-undang atau Perpu mengingat urgensitasnya. Dalam hal ini baik Komisi II DPR RI, Kementerian PPA, KPU RI, Bawaslu RI, KPAI, dan organisasi masyarakat sipil untuk duduk rembuk bersama menangani persoalan perlindungan anak dalam pemilu dan pemilihan," pungkas Brahma.