“Menyelamatkan demokrasi di Sumatera Utara adalah tugas dan kewajiban kita. Sama dengan tugas para pahlawan. Karena itulah kita berjuang dengan tidak mengenal rasa takut. Kita lawan berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang mengebiri demokrasi. Bayangkan hanya karena ambisi satu keluarga, lalu Sumatera Utara mau dijadikan bagian dari kekuasaan keluarga. Apakah kita rela?” tanya Hasto dijawab “Tidak” oleh hadirin dengan bersemangat.
Baca juga: Cerdasnya Jawaban Dharma Pongrekun soal Pembatasan Air Tanah Bikin Dua Wanita Manggut-manggut
Hasto mengatakan pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala sungguh merasakan hal tersebut. Begitu banyak pihak yang mencoba membantu mereka dengan bergotong-royong. Namun, mereka dilarang.
“Mereka ditelepon oleh aparat negara yang memegang kekuasaan hukum. ‘Jangan pernah bantu Edy Rahmayadi dan Hasan Basri Sagala’ katanya. Berbagai tekanan tersebut menjadikan mereka berdua seperti ‘pasangan haram’ dalam Pilkada,” ujar Hasto.
“Inilah konsultasi kami yang pertama. Ketika demokrasi dibelokkan arahnya oleh kekuasaan, apakah ini akan dibiarkan?” tanya Hasto.
“Lawan,” teriak para hadirin.
“Bukankah rakyat seharusnya merdeka untuk menentukan pilihannya, lalu mengapa ada berbagai intimidasi? Apakah ini yang disebut demokrasi? Lalu ke mana kemerdekaan berpendapat rakyat Sumatera Utara? Kita tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan 12 Pahlawan Nasional Sumatera Utara. Kita semua akan melakukan perlawanan agar demokrasi tidak mati,” tegas Hasto.