News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Tak Ingin Jadi Opini di Masyarakat, KPU DKI Jawab Keberatan Saksi RK-Suswono dan Dharma-Kun

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana rapat pleno penetapan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2024 yang digelar di Hotel Sari Pacific Jakarta pada Minggu (8/12/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata menegaskan pihaknya memiliki hak untuk mengklarifikasi keberatan atau kejadian khusus yang disampaikan para saksi pasangan calon (paslon) dalam rapat pleno penetapan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2024 yang digelar di Hotel Sari Pacific Jakarta pada Minggu (8/12/2024).

Wahyu mengatakan hal tersebut digunakannya agar keberatan yang disampaikan para saksi tidak menjadi opini yang berkembang di masyarakat.

"Kami tidak ingin ini berkembang menjadi opini di masyarakat sehingga kami akan menjawab beberapa hal yang tadi sudah disampaikan oleh (saksi paslon nomor urut) 1 dan 2," ucap Wahyu.

Komisioner KPU DKI Dody Wijaya kemudian menjabarkan jawaban KPU terkait keberatan dan catatan kejadian khusus yang disampaikan oleh saksi dari paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono dan paslon nomor urut 2 Dhawma Pongrekun - Kun Wardhana.

Pertama, terkait dengan keberatan C pemberitahuan yang banyak tidak terdistribusi. 

Dody menjelaskan menurut data rekapitulasi hasil formulir C pemberitahuan yang tidak terdistribusi terdapat 800.417 formulir C pemberitahuan yang tidak terdistribusi atau 9,77 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Data yang dinyatakan tidak terdistribusi ini pun dapat dijelaskan karena sejumlah faktor.

Ia menegaskan hal tersebut bukan berarti petugas KPPS tidak melakukan distribusi, melainkan karena pada saat pendistribusian terdapat sejumlah persolan teknis dj antaranya pemilih meninggal dunia, pindah alamat domisili, tidak dikenal, pindah pemilih, berubah status, atau tidak berada di tempat.

Ia pun menegaskan formulir C pemberitahuan juga telah direkapitulasi sehari sebelum pemungutan dan penghitungan suara.

"Jadi daftar ini menjelaskan banyak hal. Yaitu penyelenggara sudah berupaya untuk melakukan distribusi kepada pemilih namun karena terkendala faktor teknis sehingga tidak sampai kepada pemilih," jelas Dody.

Ia pun mrnjrlaskan berdasarkan peraturan dan keputusan KPU bila formulir C pemberitahuan tidak terdistribusi maka bisa diambil kepada Ketua KPPS atau kepada KPPS sampai sehari sebelum pemungutan suara dengan menunjukkan KTP Elektronik dan screenshot DPT.  

Kemudian, lanjutnya, bila ada pemilig yang datang sehari sebelum pemungutan dan meminta C Pemberitahuan, maka harus tetap diberikan oleh KPPS. 

Sedangkan pemilih yang hadir ke TPS dan meminta C pemberitahuannya kepada KPPS karena pada saat distribusi yang bersangkutan tidak ada di tempat, maka KPPS akan tetap memberikan C pemberitahuan tersebut.

"Jadi ini menunjukkan bahwa penyelenggara sudah bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.

Kedua, lanjut dia, terkait dengan tingkat partisipasi.

Ia mengagakan dalam Undang-Undang Pemilihan tidak diatur bahwa tingkat partisipasi menentukan keabsahan atau legitimasi hasil penyelenggaraan pemilihan. 

Untuk itu, KPU DKI Jakarta akan melakukan penelitian, kajian, dan studi lebih lanjut mengapa ada pemilih yang tidak hadir ke TPS.

Menurutnya, hal itu bisa saja terjadi karena faktor teknis, misalnya sedang keluar kota pada hari pemungutan suara, sakit, tidak berada di tempat, atau memang karena faktor pilihan. 

Bagaimanapun, lanjutnya, memilih adalah hak, bukan menjadi kewajiban. 

"Ini tentu juga kita hormati dan kita hargai," ujarnya.

"Artinya dari nanti proses evaluasi itu akan menunjukkan apa faktor-faktor pemilih tidak hadir ke TPS dan kami akan menunggu studi, kajian, riset lebih lanjut supaya kita menjawab dengan objektif dan faktual apa penyebab pemilih tidak hadir ke TPS. Dan tentu saja hal tersebut tidak mempengaruhi hasil dari legitimasi hasil pemilihan," sambung dia.

Terkait dengan keberatan-keberatan lainnya, kata dia, sudah ditindaklanjuti oleh jajaran penyelenggara dari rekapitulasi di tingkat kecamaran oleh PPK dan rekapitulasi di tingkat kabupaten kota seperti misalnya terkait dengan dugaan-dugaan yang menyangkut perlunya pemungutan suara ulang. 

KPU DKI Jakarta, kata Dody, sehari sebelum rekapitulasi tingkat provinsi juga sudah berkoordinasi dengan Bawaslu Provinsi.

"Dan sampai tanggal 6 Desember 2024 kami tidak mendapatkan rekomendasi pemungutan suara ulang," kata dia.

Baca juga: Bawaslu RI Jelaskan Formulir C6 Bukan Syarat Mutlak Mencoblos, Ini Ketentuan Utamanya

"Dalam UU 10/2016 dan Peraturan KPU nomor 17 tahun 2024 terkait dengan pemungutan suara ulang itu dapat dilakukan pertama karena rekomendasi dari Panwascam, Bawaslu Kabupaten/Kota, Bawaslu Provinsi, atau karena putusan MK. Sampai dengan H-1 kemarin kami tidak mendapatkan rekomendasi pemungutan suara ulang," sambungnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini