“Nira dari pohon ental saya ambil di kebun jam empat pagi, kemudian mulai berjualan dari pukul tujuh pagi sampai jam enam sore. Astungkara selalu habis," lanjut Ketut Nursyasta.
"Kalau tidak habis ya tidak bisa dipakai lagi karena rasa tuaknya berubah jadi asam dan mulai ada alkoholnya," terangnya.
Mencampurkan tuak manis dengan loloh dikatakan Nuryasta merupakan resep dari leluhurnya.
Minuman tersebut diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit mulai dari mengatasi sembelit, diabetes, hingga menghaluskan kulit.
"Takarannya setengah gelas tuak manis, setengah gelas lagi loloh. Ada beberapa pembeli yang ingin tuak manis saja, ada juga yang minta dicampur dengan loloh," terangnya.
Segelas es tuak loloh ini dijual Nuryasta dengan harga murah, kisaran Rp 3 ribu hingga Rp 4 ribu. Bila cuaca sedang terik, 100 hingga 150 gelas pun habis terjual.
Omzet yang didapatkan oleh pria murah senyum ini mencapai Rp 450 ribu per hari.
"Selalu ramai pembelinya, karena tuaknya murni. Tidak dicampur gula," tandasnya.
Sementara salah satu pembeli Kadek Yoga Sariada (25) mengaku sering membeli es tuak manis sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Namun pria asal Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini mengaku membeli es tuak hanya untuk menghilangkan dahaga.
"Saya tidak melihat ada khasiat di dalam minumannya. Saya beli untuk menghilangkan dahaga saja. Rasanya manis, sepetnya ada asam yang khas dari daun belimbingnya," ucapnya.(Tribunnews.com/Tribun-Bali.com/ Ratu Ayu Astri Desiani)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Ketut nuryasta jual es tuak loloh sejak dijajakan pertama di depan bioskop singaraja teater