News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Morotai Punya Lapangan Terbang Tujuh Landasan Sisa Perang Dahsyat Asia Pasifik

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komunitas jeep kuno berfoto di landasan pacu Pangkalan Udara Leo Wattimena Morotai yang juga bernama Bandara Leo Wattimena untuk layanan sipilnya. Bandara ini memanfaatkan satu di antara tujuh landasan pacu peninggalan Jepang dan pasukan Sekutu.

TRIBUNNEWS.COM, TERNATE – Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara memiliki jejak sejarah perang Asia Pasifik yang tak ternilai.

Pemimpin pasukan Sekutu dari Angkatan Laut AS Jenderal Douglas Mac Arthur menancapkan kakinya di pulau itu dalam rentetan operasi serangan balik menghadapi Jepang.

Mac Arthur dan pasukan Sekutu terdepak dari basisnya di Filipina saat balatentara Nippon melancarkan serangan raksasanya ke Asia Tenggara.

Serangan Jepang itu menyapu pasukan Sekutu, menerjang Burma, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.  Mc Arthur mundur ke Australia sebelum menyerang balik lewat Operasi Lompatan Katak.

Sisa kekuasaan Jepang di Pulau Morotai masih satu di antaranya lewat keberadaan tujuh landasan pacu lapangan terbang tempur yang dibangun kala itu.

Satu di antara tujuh landasan pesawat terbang itu kini dioperasikan menjadi Bandara Leo Wattimena, untuk layanan komersial.

Bandara ini terletak tepatnya di Desa Wawama, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara.

Bandara ini bagian dari lapangan terbang yang dibangun saat masa pendudukan Jepang pada 1942.

Saat Jepang datang, mereka langsung membangun dua landasan pacu untuk pesawat tempur dan transpor angkut mereka.  

Ketika Jepang kalah dan terusir dari Morotai, lapangan terbang militer itu dikuasai tentara Sekutu hingga 1946.

Pasukan Sekutu lalu membangun lagi lima landasan pacu, sehingga total ada tujuh landasan pacu yang digunakan di masa puncak pertempuran.

Setelah Indonesia merdeka, Bandara Morotai dioperasikan TNI AU, dan dijadikan pangkalan udara.

Baru pada 1990, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengembangkan Bandara Morotai sebagai bandara komersial.

Pada 2015, peningkatan Bandara Pitu Morotai dimulai di masa awal periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Pembangunan itu bertujuan memperluas fasilitas, dan meningkatkan kapasitas bandara untuk mendukung pariwisata dan ekonomi Pulau Morotai.

Bandara Pitu Morotai resmi dioperasikan pada 10 November 2017 dan beralih nama jadi Bandara Leo Wattimena.

Bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 2.500 meter, lebar 45 meter, serta dapat menerima pesawat Airbus A320 dan Boeing 737.

Bandara Pitu Morotai kini menjadi satu di antara pusat perjalanan wisata, di wilayah timur Indonesia.

Selain itu, bandara ini juga dapat memfasilitasi kegiatan perdagangan, dan investasi di daerah Pulau Morotai dan sekitarnya.

Saat ini perubahan besar bisa dirasakan masyarakat Morotai. Bandara di pulau tepi lautan Pasifik ini sudah setara bandar udara di daerah-daerah lain yang maju.

Luas bandara kini menjadi 2.200 meter persegi, dan terminal kedatangan maupun ketibaannya mampu menampung hingga 200 penumpang.

Saat ini ada maskapai Wings Air melayani penerbangan rute pergi pulang Morotai-Ternate.

Dari riwayat sejarahnya, Pulau Morotai semasa perang Pasifik pernah menampung lebih kurang 60.000 tentara Sekutu.

Di masa pembangunan 5 lapangan terbang pada tahun 1944, pasukan Sekutu dan penduduk asli Morotai bekerja siang malam hingga proyek kilat itu selesai.

Meski diketahui ada 7 landasan, sesungguhnya total ada 12 jalur landasan dengan ukuran panjang masing-masing 2.700 m dan lebar masing-masing 40 meter.

Di antara 12 jalur landasan tersebut, tujuh di antaranya dikeraskan dengan batu karang yang dicampur minyak hitam (aspal).

Jalur lepas landas dan pendaratan itu dipasangi plat-plat besi berlubang (air strip) dengan ukuran panjang 150 cm dan lebar 50 cm.

Keseluruhan lapangan terbang di Pulau Morotai saat itu mampu menampung 3.000 pesawat pesawat tempur, pesawat angkut, dan pesawat pengebom Sekutu.

Kehadiran armada udara dalam skala masif itu diikuti keberadaan 63 batalyon prajurit tempur Sekutu dari September 1944 hingga awal 1945.(Tribunnews.com/TribunTernate/Fizri Nurdin)

ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ; 

Baca Selanjutnya: Sejarah singkat berdirinya bandara pitu morotai sebuah bandara peninggalan pd ii di maluku utara

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini