News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gunung Lemongan Lumajang dan Jejak Begawan Citro Sridono Sasmito

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Puncak gunung berapi Lemongan di Lumajang Jawa Timur terlihar berbentuk kerucut atau strato. Gunung berapi ini memiliki ketinggian 1.651 mdpl.

TRIBUNNEWS.COM, LUMAJANG – Gunung Lemongan adalah gunung berapi terletak di Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Gunung ini terakhir erupsi pada 1898.

Sesudah itu tak lagi memperlihatkan aktivitas vulkanik yang signifikan.  Gunung ini dikenal cukup menantang, dan pendakian ke puncaknya bukan perkara mudah.

Jalur pendakian menuju puncak Gunung Lemongan berkontur terjal dan berbatu.

Material letusan ratusan tahun silam masih berserakan di sepanjang trek jalanan.

Butuh waktu empat jam untuk menapaki puncak Gunung Lemongan.

Panorama kawah vulkanis terhampar luas ketika sudah mencapai puncak.

Warga setempat percaya, gunung Lemongan terhubung dengan kisah Begawan Citro Sridono Sasmito alias Mbah Citro.

Juru Kunci Gunung Lemongan, Jaka (53) menyebut Mbah Citro merupakan sosok yang membuka jalur di hutan rimba Desa Papringan hingga akhirnya menemukan Gunung Lemongan kala itu.

Diceritakan Jaka, Mbah Citro memutuskan melakukan perjalanan ke Gunung Lemongan usai berjuang mengusir penjajah saat agresi militer Belanda II di Blitar sekitar tahun 1948.

Perjalanan Mbah Citro ke Lumajang tak luput dari saran leluhurnya.

Awalnya, Mbah Citro dianjurkan bertapa di Gunung Lawu. Tirakat yang dilakukan Mbah Citro menemui sebuah petunjuk mengenai adanya padepokan supranatural yang konon berada timur pulau Jawa.

"Petunjuk tersebut mengarahkan Mbah Citro berjalan menuju Gunung Semeru. Di sana, selama 40 hari Mbah Citro melihat sinar biru keemasan dari arah Utara yang mengarah ke sebuah gunung (Lemongan)," ujar Jaka saat bercerita di Pos Pendakian Gunung Lemongan.

Perjalanan pun berlanjut hingga berhasil menyusuri hutan Desa Papringan. Jaka menuturkan, kala itu hutan Desa Papringan merupakan hutan belantara yang begitu lebat.

"Konon katanya tidak ada yang berani menembus hutan tersebut," beber Jaka.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini