TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemhub) mengkaji payung hukum proyek angkutan massal berbasis kereta alias monorel. Terutama, adanya kemungkinan pelaksanaan proyek tanpa peraturan presiden (Perpres).
Kepala Pusat Komunikasi Kemhub Bambang S. Ervan mengungkapkan, bila merujuk Undang-undang (UU) No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, proyek monorel rute Bekasi Timur–Cawang–Cibubur memungkinkan untuk digarap tanpa menggunakan Perpres.
"UU Perkeretaapian menyebutkan operasional kereta api bukan lagi dimonopoli PT KAI," kata Bambang.
Kelak, legalitas untuk pembangunan monorel yang digarap Konsorsium adan Usaha Milik Negara (BUMN) ini cukup izin Kemhub dan pemerintah provinsi DKI Jakarta.
Sebelumnya, proyek yang berhubungan dengan kereta api pelaksanaannya selalu diserahkan ke PT KAI. Penunjukkan PT KAI melalui Perpres. Misalnya, monorel bandara lewat Perpres No. 83/ 2011 tentang Penyelengaraan Sarana dan Prasarana Kereta Bandara, yang diserahkan kepada PT KAI.
Pertimbangan lain, jika tetap menunggu Perpres terbit, Bambang bilang, prosesnya bakal lama, sedangkan proyek ini mendesak untuk dilaksanakan. Untuk itu, Kemhub tengah mendalami dampak hukum bila proyek ini nantinya diputuskan tanpa Perpres.
Proyek monorel rute Bekasi Timur–Cawang–Cibubur ini berada di tiga provinsi. Nah, perpres ini diperlukan agar mempermudah perizinan lintas wilayah di tiga provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Nah berhubung lintas provinsi, maka izin penggunaan lahan tersebut lewat Kemhub. Atas dasar itu, Kemhub menilai tidak harus menunggu Perpres.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan bahwa proyek monorel yang digagas ADHI ini tak perlu menunggu Perpres untuk bisa dimulai. Menurut Hatta asalkan diizinkan oleh Menteri Perhubungan, proyek monorel ini bisa langsung jalan.
Asal tahu saja, proyek monorel Jabodetabek ini melibatkan konsorsium BUMN yang terdiri dari PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Jasa Marga Tbk, PT Len Industri, PT Telkom Tbk, dan PT Inka dan PT Bank Mandiri Tbk. Pembanguna transportasi publik ini diperkirakan akan menyedot anggaran sekitar Rp 8 triliun.