News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tarif KRL Naik

Ini Kelebihan dan Kelemahan Tarif Progresif KRL Commuter Line

Penulis: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Antrean tiket elektronik Commuter Line mengular panjang di Stasiun Sudimara, Tangsel, 1 Juli 2013.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Turunnya biaya perjalanan secara drastis sejak berlakunya Tarif Progresif KRL Commuter Line Jabodetabek tentu disambut gembira banyak orang, khususnya kalangan penumpang kelas ekonomi bawah.

Murahnya tarif progresif ini jadi kelebihan tersendiri yang menyenangkan penumpang.

Namun murahnya biaya perjalanan yang semula Rp 8 ribu (jauh dekat sama saja) menjadi cukup Rp 2 ribu untuk lima stasiun pertama, tetap saja menelurkan masalah baru.

Sistem baru membuat antrean mengular panjang karena lamanya proses pembelian tiket elektronik Commuter Line di loket. Ini terjadi setidaknya di Stasiun Sudimara Tangerang Selatan, maupun di Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, Senin 1 Juli 2013 pagi.

Proses pembelian tiket elektronik memerlukan proses pendataan, yang mana penumpang ditanya dulu, "Turun stasiun mana?" Setelah menjawab stasiun tujuan, petugas loket melakukan input data ke komputer, beberapa detik kemudian keluar tiket elektronik secara otomatis.

Proses ini butuh waktu lebih lama dibanding karcis tiket yang tinggal sobek kemudian penumpang mendapat uang kembali. Proses bisa tambah lama kalau komputerisasi error kemudian petugas mengalihkan ke loket sebelahnya.

Akibat proses lebih lama di loket, antrean karcis mengular sampai menutupi pintu masuk parkir Stasiun Sudimara. "Tuin, tuin... tuinnn," bunyi klakson mobil pun bersahutan meminta antrean penumpang sedikit minggir, memberi jalan mobil yang masuk areal parkir.
 
Akibat murahnya tarif baru, jumlah penumpang pun membludak, sementara frekuensi perjalanan tidak ditambah. Apalagi terjadi migrasi penumpang dari kereta kelas ekonomi (jurusan Rangkas Bitung - Jakarta) ke KRL Commuter Line.

"Ya murahnya pasti kita senang. Tapi kalau ini dibayar dengan makin berjubelnya penumpang, ini mengancam keselamatan," keluh Dian, seorang penumpang yang bekerja sebagai pegawai bank swasta kepada Tribunnews.com.

Dian berharap frekuensi ditambah. Apalagi di depan mata Dian, seorang wanita hamil jatuh pingsan ketika berdesakan di dalam KRL Commuter Line.

Agung BS

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini