TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kedua korban penyekapan yakni Ali Arifin (49) warga Palembang, dan Ahmad Zamani (32) warga Cilacap kerap disiksa dan berteriak minta tolong saat disekap di ruko no 120D, PT Benteng Jaya Mandiri (BJM) di Jl Hayam Wuruk, Taman Sari, Jakarta Barat. Namun jeritan minta tolong sama sekali tidak didengar oleh warga sekitar.
Bahkan peristiwa penyekapan itu, sama sekali tidak diketahui oleh seorang tukang mie ayam bernama Sarno yang berjualan mangkal dengan gerobaknya tepat di samping ruko penyekapan.
"Saya gak pernah dengar orang teriak atau minta tolong. Saya juga gak menyangka ada penyekapan didalam," ucap Sarno yang sudah sejak tahun 1992 berjualan mie ayam saat ditemui Rabu (18/9/2013).
Sarno juga mengaku heran mengapa dirinya yang sehari-hari berada di samping ruko sama sekali tidak curiga dan merasa ada keanehan. Pasalnya selama ini, dirinya melihat aktivitas di ruko wajar-wajar saja dan tidak ada yang mencurigakan.
"Biasa-biasa saja. Satpam-satpam ya pesan makan di saya. Ngobrol, tapi ya gak bahas soal ada yang disekap. Ya ngobrol biasa. Mungkin itu korban dibawanya malam. Jadi saya gak tahu, saya kan jualan dari pagi sampai siang," katanya.
Untuk diketahui, menurut Ali Arifin, satu dari dua orang yang disekap tersebut, dirinya mengaku kerap mendapat siksaan fisik selama disandera.
Pria asal Palembang, Sumatera Selatan itu, mengaku sudah disekap dengan tangan terborgol oleh para pelaku di sebuah lorong gelap lantai dua gedung sejak 5 Agustus 2013 atau satu setengah bulan.
Selama dalam penyekapan satu setengah bulan, pria berambut putih tipis ini mengaku kerap disiksa dengan dipukul, kepala digetok dengan pakai pistol dan senjata tajam. Senapan laras panjang kerap menghujam bagian ulu hatinya.
Bahkan, Arifin diancam akan dihabisi atau dibunuh bila dalam batas waktu hingga Jumat ini tidak bisa membayar seluruh utangnya. Bahkan, pelaku mengancam Arifin, dengan pengakuan memiliki foto-foto sejumlah orang yang telah dibunuhnya.
"Saya selalu dipukuli, disiksa. Lalu tenggat waktu saya sampai Jumat ini. Jika tidak saya akan dibunuh dan jasad saya akan dibuang di tol," ucapnya lirih.
Selama disekap dan disiksa di ruang gelap lantai dua ruko tersebut, tangan Arifin selalu diborgol dan hanya diberi makan sekali dalam empat hari.