Haidar telah ditetapkan menderita Primitive Neuroectodermal Tumour (PNET) stadium 4. Beberapa kali keluar prediksi bahwa usianya tidak panjang. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangat Yanti. Ia tetap optimistis sekaligus menyerahkan segala keputusan kepada Tuhan.
"Saat datang awal ke sini, sebelum Haidar dioperasi untuk mengangkat benjolan di kepalanya, dokter sudah bilang hal-hal pahit kepada saya, mereka bilang agar saya bersabar dan ikhlas jika nanti terjadi apa-apa. Para dokter bilang, apa yang dialami Haidar itu rumit, luarnya tampak cakep tapi dalamnya sebenarnya ada penyakit berbahaya," katanya.
Tapi syukurnya Tuhan masih memberikan kesempatan hidup kepada Haidar. Yanti juga mengungkapkan bahwa kekuatan Haidar dalam menghadapi situasi ini membuat dirinya tetap berpikir positif mengenai rencana Tuhan.
"Meski masih kecil, Haidar kuat sekali. Dia terlihat berjuang untuk bisa sembuh, bisa hidup," katanya.
Pasca dilakukan operasi setahun lalu, kata Yanti, kondisinya belum membaik. Yanti bukannya menyalahkan dokter, tapi ia sadar bahwa penyakit yang diderita anaknya memang serius.
"Bahkan, semenjak itu, kanker yang diderita Haidar seolah melawan, mengamuk. Terjadi benjolan di mana-mana. Di lengan, di tulang ekor, di bagian dada dan yang paling terlihat di bagian kepala."
Seminggu lalu, kata Yanti, setelah dilakukan pemeriksaan, dokter menyatakan ada benjolan lagi di bagian tulang dada. "Jadi memang sudah menyebar kemana-mana. Kankernya sudah ada di seluruh tubuh Khaidar. Semoga saja dia kuat menghadapi ini," katanya.
Bantuan mengalir
Menjalani pengobatan kemoterapi, tentu saja butuh biaya besar. Apalagi, sudah setahun Haidar dirawat di RS Dharmais. Yanti bersyukur sekali banyak pihak yang peduli kepadanya, dengan memberikan bantuan, baik dalam bentuk materi, moril maupun doa.
"Saat ini sebagian besar biaya masih ditanggung oleh perusahaan tempat suami saya bekerja," katanya. Suami Yanti, Syafrizal (40), bekerja di sebuah perusahaan pembiayaan. Tetapi, perusahaan tempat suaminya bekerja tidak memberikan bantuan secara penuh. "Kalau misalnya ada obat yang tidak bisa ditebus di RS Dharmais, pakai biaya lain. Syukurnya banyak teman-teman yang juga peduli," katanya.
Justru yang selama ini sulit didapat, kata Yanti, soal asupan darah. Sebab, Haidar sesekali waktu harus menerima transfusi darah golongan B.
"Belum lama ini tiap tiga hari dia harus menerima transfusi darah. Tapi masalahnya, pendonor harus mau direpotkan. Jadi, mereka harus disedot darahnya selama kurang lebih 1,5 jam. Nanti darahnya disaring, nanti darah merahnya dikembalikan lagi ke si pendonor, hanya diambil hasil saringannya itu. Namanya Aferesis, warnanya agak kuning, yang diambil. Jadi memang proses donornya beda dari donor darah biasa," kata Yanti yang beralamat di Perumahan Taman Fasco, Blok C7 nomer 3 Kelurahan Serua, Ciputat, Tangerang Selatan.
* Perlu kesabaran orangtua