TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Priyono mengatakan, tidak masuk akal bila buruh menuntut kenaikan upah minimum provinsi menjadi Rp 3,7 juta. Menurutnya, angka tersebut di luar perhitungan Dewan Pengupahan Jakarta.
Priyono mengatakan, upah minimum provinsi (UMP) ditetapkan berdasarkan pada survei komponen kebutuhan hidup layak (KHL). Dewan Pengupahan DKI, yang terdiri dari unsur buruh, pengusaha, serta pemerintah, melakukan survei terhadap 60 komponen kebutuhan hidup buruh sehari-hari. Survei itu berdasarkan pedoman Peraturan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012.
"Kalau buruh yang menuntut naiknya UMP, mau ada perubahan jumlah komponen dari 60 jadi 84 KHL. Ya, tidak bisa karena kita bekerja sesuai dengan peraturan Menakertrans," ujar Priyono di Balaikota Jakarta, Selasa (29/10/2013).
Jika buruh bersikeras menuntut perubahan penghitungan komponen KHL dari 60 menjadi 84 komponen, Priyono mengatakan, maka seharusnya buruh meminta hal tersebut kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bukan kepada pemerintah daerah.
Berdasarkan survei KHL oleh Dewan Pengupahan DKI pada awal Oktober 2013, nilai KHL DKI akhirnya ditetapkan sebesar Rp 2.299.860. Jumlah tersebut digunakan sebagai acuan menetapkan UMP DKI tahun 2014.
"Ada unsur lain yang ditambahkan, ada pertumbuhan ekonomi, produktivitas buruh, dan lain-lain," kata Priyono. UMP DKI akan mulai dibahas pada Rabu (30/10/2013) besok.
Sejak pagi hingga sore tadi, ratusan buruh dari beragam serikat pekerja tumpah-ruah di Balaikota Jakarta. Buruh menuntut Pemprov DKI menaikkan UMP menjadi Rp 3,7 juta. Buruh juga mengancam akan bermalam di Balaikota jika tuntutan itu tidak dipenuhi. KOMPAS.COM