Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan di Kawasan Industri Pulogadung (KIP), Jakarta Timur, berhenti berproduksi lantaran aksi mogok nasional yang dilakukan kaum buruh pada Kamis (31/10/2013) kemarin.
Akibatnya, sekitar 80 persen dari 400 perusahaan di kawasan yang dikelola PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) berhenti melakukan kegiatan produksi. Akibatnya, perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.
"Setiap harinya, perusahaan membayar Rp 200 hingga 300 juta untuk tagihan utilitas seperti air dan listrik. Sedangkan, jumlah perusahaan di KIP mencapai 400 perusahaan," kata Ahmad Maulizal, Kepala Bagian Public Relation PT JIEP, saat dihubungi, Jumat (1/11/2013).
Sementara, berdasar surat pemberitahuan yang diterima PT JIEP, aksi mogok buruh ini digelar dari 28 Oktober hingga 2 November 2013 mendatang.
"Silakan hitung sediri," katanya.
Menurut Maulizal aksi-aksi yang dilakukan buruh selama ini telah banyak dikeluhkan para investor di kawasan JIEP. Namun, Maulizal meyakini tidak ada pengusaha hengkang dari kawasan ini.
"Kalau berhenti produksi, kemungkinan mereka memindahkan waktu atau lokasi produksi ke wilayah lain," jelasnya.
Jika aksi buruh terus berlanjut, Maulizal mengkhawatirkan akan merugikan buruh itu sendiri. Dia khawatir banyak pengusaha yang akan merubah jenis usahanya, dari semula lahan di JIEP digunakan untuk industri menjadi distribusi atau gudang logistik.
"Kalau pindah secara resmi belum ada pengusaha yang menyampaikan itu, tapi kalau mengeluhkan iya. Untuk pergi dari JIEP sepertinya tidak mungkin karena lokasi di sini sangat strategis. Jadi kemungkinan lahan di JIEP ini dijadikan aset perusahaan yang merubah fungsinya dari industri menjadi gudang logistik dan distribusi," jelasnya.
Seperti diketahui, pada Mogok Nasional kali ini, buruh menuntut kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar Rp 3,7 juta atau 50 persen secara nasional. Selain itu, buruh menolak upah murah, menuntut penghapusan outsourcing, jalankan jaminan kesehatan bagi rakyat Indonesia secara serentak pada 2014, dan tolak Inpres No. 9 tahun 2013.