TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Chaerulli Hermawan Kepala Kantor Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor menerima suap Rp 2,5 miliar dari Iyan Permana melalui transfer antar bank.
Chaerulli membuka rekening di sebuah bank yang terletak di Bandung. Rp 2,5 miliar pun masuk. Tidak ada lagi aliran uang yang masuk setelah ada transfer dari Iyan Permana.
"Setelah dicek, rupanya uang itu keluar terus sehingga sisanya hanya Rp 85 ribu setelah kita buka," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2013).
Saat ini penyidik masih meneliti aliran uang Rp 2,5 miliar tersebut. Dikatakan Arief uang Rp 2,5 miliar tersebut ada yang diambil secara tunai dan ada pula yang diambil secara tunai melalui ATM.
"Kami sedang teliti uangnya kemana. Ada yang diambil tunai, ada yang transfer. Artinya kalau uang ini keluar, terus diterima atau diberikan ke pihak lain atau ada pihak lain yang sengaja menyembunyikan, maka akan bertambah tersangka pencucian uangnya," ungkap Arief.
Uang Rp 2,5 miliar tersebut disimpan di Bank Syariah nasional tetapi bukan di BSM. Sementara istrinya mengaku belum pernah mengambil uang tersebut meskipun rekening tersebut atas nama dirinya.
"Kami sedang mendalami apakah saat pengambilan itu ada surat kuasa, ada juga yang diambil melalui atm. Kita cari melalui CCTV. Kalau istrinya yang mengambil ya kita periksa lagi," katanya.
Polisi saat ini menetapkan tujuh dalam kasus kredit fiktif BSM, tersangka masing-masing Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri Bogor M Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor Chaerulli Hermawan, Accaounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa, serta tiga debitur atas nama Iyan Permana, Henhen Gunawan, Rizki Ardiansyah, dan seorang notaris Sri Dewi.
Enam tersangka tersebut dijerat dengan pasal 63 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta pasal 3 dan pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Khusus untuk Sri Dewi selain dikenakan pasal diatas, ia pun dijerat dengan pasal 264 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan surat autentik dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara.