TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sri Dewi seorang notaris yang menjadi tersangka kasus kredit fiktif Bank Syariah Mandiri (BSM) mendapatkan aliran uang Rp 2,6 miliar.
Dengan suap tersebut tentu saja, ia tidak menjalankan pembuatan perjanjian perikatan kredit sesuai prosedur sehingga dokumen perjanjian yang dibuatnya palsu. Dengan berbekal dokumen fiktif Sri Dewi menggadaikan profesinya untuk mendapat keuntungan.
"Kenapa notaris begeni? Dengan perikatan yang dibuatnya, itu bisa keluar kredit," ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2013).
Berdasarkan keterangan Iyan dan tersangka lainnya, Sri Dewi mendapatkan uang dari hasil pencairan kredit fiktif tersebut.
"Hasil pemeriksaan Iyan dan lain-lain, notaris menerima dana kredit fiktif dengan transfer ke rekeningnya Rp 2,6 miliar," kata Arief.
Selain menerima uang secara transfer, notaris tersebut pun menerima uang secara cash dari Iyan dan John. "Tapi jumlahnya belum diketahui, karena yang memberi dan menerima lupa," ujarnya.
Bukan hanya itu, Sri Dewi pun mendapatkan satu unit mobil Mercedes Benz C200 sebagai imbalan memuluskan pencairan kredit fiktif yang diajukan Iyan dan yang lainnya.
Untuk itu, Sri Dewi dikenakan pasal 64 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008, Pasal 3 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010, serta pasal 264 ayat KUHP tetang pemalsuan surat autentik.
Polisi saat ini menetapkan tujuh dalam kasus kredit fiktif BSM, tersangka masing-masing Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri Bogor M Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor Chaerulli Hermawan, Accaounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa, serta tiga debitur atas nama Iyan Permana, Henhen Gunawan, Rizki Ardiansyah, dan seorang notaris Sri Dewi.
Enam tersangka diantaranya dijerat dengan pasal 63 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta pasal 3 dan pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).