TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Blankon dan beskapnya masih lengkap dikenakan Gianto. Duduk sebagai kusir di bagian depan, lelaki kelahiran Yogyakarta 33 tahun silam itu sangat menikmati hisapan rokok kreteknya.
Senyumnya ramah, ketika sejumlah gadis muda mendekat meminta bunga melati yang masih mencangkung menjadi penghias di sekeliling andongnya. "Silakan diambil mbak," begitu kata Gianto menyapa pengunjung.
Lelaki yang sehari-hari menarik andong di bilangan Malioboro, Yogyakarta ini sumringah bukan main. Ini kali pertama dia menginjakkan kakinya ke Jakarta, apalagi langsung melihat Monumen Nasional dari dekat.
Gianto satu dari puluhan kusir andong yang didatangkan dari Yogyakarta untuk mengikuti kirab budaya, acara puncak dari Festival Kerajaan Dunia 2013 yang digagas Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
Bukan hanya Gianto yang merasa senang bisa ambil bagian dalam kirab ini. Sebetulnya, ia sudah sekian kali mengikuti kirab semacam ini. Beberapa kali kuda dan andongnya disewa untuk kirab antara lain di Jawa Timur dan Jawa Tengah seperti di Ponorogo, Salatiga, Semarang.
"Kalau kirab di Jakarta baru pertama kali. Kebetulan saya baru pertama kali juga ke Jakarta. Bagi saya dan teman-teman ini sekaligus hiburan bisa lihat Monas," kata Gianto kepada Tribun di Monas, Jakarta, Minggu (8/12).
Dari sekian kirab budaya yang diikuti, menurut Gianto kirab di Jakarta paling meriah. Penumpang yang ia angkut dengan andongnya adalah utusan dari Kerajaan Riau.
Ada 300 sampai 350-an andong di Yogyakarta, andong dan dokar Gianto terpilih. Ada kriteria sendiri untuk andong dan kuda yang bisa ikut, yakni kekhasan lingkar roda yang besar, dan kuda yang juga besar.
Rasa senang bukan kepalang juga dirasakan Basuki Rachmat. Di masa pensiunnya, ia masih bisa berbuat banyak lantaran kuda dan andongnya dipercaya bisa ikut memeriahkan kirab budaya.
Hal menarik, kuda betina Basuki adalah turunan dari kuda luar negeri bantuan Presiden Soeharto, era Orde Baru, dulu. Penampilannya sekilas dibanding kuda-kuda lain lebih jangkung dan kekar. "Dia sudah enam kali melahirkan," ungkapnya.
Pria yang pernah menjabat Lurah Desa Banyu Raden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman ini juga baru pertama kali ke Jakarta. "Saya syukuri karena tenaga saya masih dibutuhkan," ungkap Basuki.
Selain andong, ada juga kereta Keraton Pakualaman. "Kereta ini biasa dipakai untuk mantenan," ujar kusirnya. Berbeda dari andong, kereta manten Pakualaman menggunakan dua kuda.
Mulanya di antara para pemilik andong dan kudanya yang biasa menarik di kawasan Malioboro gamang ikut kirab. Pasalnya, perjalanan dari Yogkarta ke Jakarta sangat jauh.
Sehingga bukan perkara mudah mengangkut 50 andong dan sekaligus kudanya. Bahkan menurut kabar, ada sekitar 10 andong sekaligus kudanya yang didatangkan dari Solo.