News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK-Kemenag Sepakat Sebut Gratifikasi Bila Penghulu Terima Amplop

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasangan tunawisma bergantian dinikahkan oleh petugas dari Kantor Urusan Agama (KUA) di Masjid Salman ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Minggu (26/5/2013). Acara nikah massal yang diselenggarakan oleh Alumni Kelompok Bimbingan Haji Indonesia (KBIH) Salman angkatan 11 itu menikahkan 15 pasang tunawisma dari berbagai tempat di Kota Bandung yang sudah lama mendambakan untuk meresmikan cintanya. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Agama RI sepakat jika seorang penghulu yang menerima amplop dari pihak yang menikah merupakan gratifikasi.

Sebab itu, penghulu tersebut wajib melaporkan penerimaan itu kepada KPK.

Hal itu dirumuskan dalam rapat antara KPK, Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan yang digelar di kantor KPK, Rabu (18/12/2013).

Menurut Giri Supradiono, Direktur Gratifikasi KPK, masalah amplop buat penghulu tersebut menjadi hal isu terkini yang dibahas dalam rapat antara tiga lembaga tersebut. Dalam rapat itu, kata Giri, dirumuskan sejumlah keputusan.

"Praktik penerimaan honor, tanda terima kasih, atau pengganti uang transport dalam pencatatan nikah adalah gratifikasi sebagaimana dalam pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tipikor," ujarnya.

Giri menambahkan, setiap penerimaan gratifikasi yang diterima penghulu harus dilaporkan kepada KPK. "Untuk memudahkan pelaporan, akan diatur mekanismenya kemudian," ujarnya.

Giri menyebut, penerimaan gratifikasi untuk penghulu disebabkan keterbatasan anggaran di Kantor Urusan Agama. Menurut dia, anggaran operasional di KUA hanya Rp2 juta dalam sebulan. Anggaran tersebut pun baru akan ditambah pada 2014 menjadi Rp3 juta dalam sebulan.

"Namun anggaran tersebut tetap tak mencukupi buat menutup transport penghulu," imbuhnya.

Untuk itu, terang dia, biaya operasional pencatatan di luar kantor dan di luar jam kantor akan dibebankan ke APBN.

"Perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2004 paling lambat 2014., sembari menunggu peraturan yang baru, Kemenang akan keluarkan Peraturan Menteri," ujarnya. Edwin Firdaus

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini