TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengakui, sistem layanan kesehatan bagi warga yang tergolong kurang mampu dengan menggunakan Kartu Jakarta Sehat (KJS) maupun Jaminan Kesehatan Nasional (KJN) ada ketimpangan dalam pelaksanaannya.
"Banyak pasien yang bingung kenapa sekarang ada yang cek darah saja bayar. Sama saja dengan layanan medis, ada yang bayar, ada yang enggak," ujar Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Selasa (7/1/2014).
Adanya ketimpangan tersebut lantaran dua sistem yang dikelola masing-masing oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI ini memiliki perbedaan pada preminya.
Premi yang ada pada KJS sebesar Rp23.000, sementara premi yang ada pada JKN sebesar Rp19.500. Artinya, beberapa peserta JKN tidak mendapatkan pelayanan yang setimpal dengan peserta KJS.
Menanggapi kondisi demikian, Jokowi mengungkapkan ada beberapa opsi yang bisa dilakukan, yakni sisa dari premi JKN sebesar Rp19.500 akan ditanggung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI sehingga setara dengan premi KJS.
Atau, opsi lain yang diutarakan mantan Wali Kota Solo ini, yaitu sistem JKN yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tidak diterapkan di Jakarta.
"Saya ingin memperjelas ini dulu dengan dirut. Mungkin atau tidak. Wong kami inginnya mengcover semuanya kok," tutur Jokowi.
Jokowi Akui Masih ada Ketimpangan dalam Sistem JKN dan KJS
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Rachmat Hidayat
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger