TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail menyatakan bahwa pencemaran asap rokok di Depok kadarnya di atas normal, yakni 60 mikro meter lebih. Oleh karena itu Kota Depok memerlukan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
"Hasil survei tahun 2012, ternyata lebih besar dari 60 mikro meter. Karena itu Perda KTR guna melindungi perokok pasif. Masyarakat berhak menghirup udara bersih," katanya dalam Rapat Paripurna Pandangan Fraksi-Fraksi tentang penyampaian enam raperda di gedung DPRD Kota Depok, Selasa (11/3/2014).
Nur Mahmudi menjelaskan, raperda KTR menjadi payung hukum bagi setiap masyarakat agar mematuhi aturan tersebut. Sebab aturan tersebut disusun berdasarkan hasil survei dengan alat ukur kadar polutan udara minimal 2,5 mikrometer untuk mengukur pencemaran udara karena asap rokok.
Nur Mahmudi menambahkan bahwa zat adiktif tembakau berbahaya bagi kesehatan. Sesuai Undang - Undang, terhadap produk tembakau maka kewajiban Pemerintah Daerah mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok.
"Saat ini sulit mengingatkan masyarakat dan menciptakan KTR, karena itu perlu payung hukum raperda ini," paparnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, Lies Karmawati menyatakan bahwa ia optimis aturan ini akan efektif. Ruang khusus merokok idealnya tak boleh ada.
Sebab asap rokok akan kembali terhisap oleh sang perokok. "Kami optimis. Ruang rokok itu harus di luar, bukan di dalam ruangan. Jadi terbuka. Di gedung sebenarnya enggak boleh. Kami akan jadi garda terdepan, sebenarnya aturan ini sudah ada di Perda Ketertiban Umum, namun belum efektif, karena itu ini akan lebih fokus," imbuhnya. (dod)