TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) menilai ada lima kejanggalan dalam kasus penembakan Kepada Detasemen Pelayanan Markas (Denyanmas) AKBP Pamudji oleh anak buahnya sendiri Brigadir Susanto, di ruang piket Yanma, Selasa (18/3/2014) lalu.
Koordinator IPW, Neta S Pane, Senin (31/3/2014), mengungkapkan kelima kejanggalan itu patut ditelusuri penyidik untuk memastikan apakah Pamudji bunuh diri atau benar-benar dibunuh bawahannya Brigadir Susanto.
Sebab di balik pengakuannya, Susanto sebenarnya masih bersikeras mengatakan bahwa Pamudji tewas karena bunuh diri.
Lima kejanggalan hasil temuan IPW itu, tutur Neta, adalah, pertama, isi pertengkaran Pamudji dan Susanto harus ditelusuri, apakah menyangkut hal yang bersifat pribadi, yang menunjukkan sesungguhnya ada konflik lama antar keduanya, sehingga bisa ditelusuri motif yang sesungguhnya di balik penembakan.
"Sebab jika hanya karena persoalan tidak mengenakan seragam, kemudian terjadi penembakan, sepertinya fakta ini masih sulit diterima logika," kata Neta.
Kedua, semula senjata Susanto sudah diambil dan dikantongi Pamudji. Jika Susanto yang menembak Pamudji, kapan Susanto mengambil pistol itu dari kantung celana Pamudji.
Ketiga, tambah Neta, jika Pamudji bunuh diri seharusnya di pistol itu ada sidik jari yan bersangkutan. Begitu juga jika Susanto yg menembak tentu ada sidik jarinya. "Apakah, bisa begitu cepat sidik jari dihapus dari pistol tersebut, mengingat setelah terdengar letusan sejumlah polisi langsung berdatangan ke TKP," katanya.
Keempat, para saksi mendengar dua kali letusan dan selongsong peluru bekas di pistol Susanto juga ada dua. Tapi luka tembak di bagian wajah Pamudji hanya ada satu bekas tembakan, sementara di dinding ditemukan dua bekas tembakan.
Kelima, katanya, kemana senjata api Pamudji. "Apakah sebagai perwira berpangkat AKBP, Pamudji tdk membawa senjata api, sementara Susanto yang hanya berpangkat brigadir dan anggota Pelayanan Musik membawa senjata api?," tanyanya.
Menurut Neta, berdasar lima temuan kejanggalan itu, penyidik perlu mencari bukti-bukti lain dan keterangan saksi-saksi untuk meyakinkan bahwa memang Susanto yg benar-benar melakukan penembakan.
"Sehingga saat BAP dilimpahkan ke kejaksaan dan masuk ke pengadilan tidak ada kendala lagi. Jika bukti-bukti maksimal tidak ditemukan polisi dan pengadilan kemudian membebaskan Susanto, ini akan jadi tragedi," papar Neta. (Budi Malau)