TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sodomi yang dialami murid Taman Kanak-kanak, AK (6 tahun) adalah peristiwa berat. Apalagi peristiwa itu terjadi atas pertolongan Af, perempuan yang melucuti pakaiannya. Dan pelaku pada saat itu ada dua orang. Berarti mereka melakukannya dengan tenang, secara bergantian.
"Artinya penis pelaku sudah penetrasi penuh ke dalam anus korban. Pelaku pasti menikmati betul sodomi tersebut. Jelas peristiwa itu menjadi trauma serius kepada korban. Dampaknya bisa terasa seumur hidup," ujar Pakar Pendidikan Seks, dan Konsuler Seks, Dr Naek L Tobing SpKJ kepada Tribunnews.com, Selasa (15/4/2014) malam.
"Kedua pelaku pastilah orang orang pedofil yang umumnya hanya tertarik pada anak dengan cara sodomi. Mereka tidak tertarik pada wanita. Kalau memang demikian, berarti mereka tidak bisa berhenti mencari korban baru. Dalam fantasinya selalu melakukan kontak seks dengan anak laki. Mereka tidak akan berhenti mencari korban baru selama hidupnya," ujar Dokter Naek.
Para pedofil biasa saling mengenal dan saling menolong satu sama lain karena mempunyai kebutuhan yang sama. Di beberapa negara, mereka mempunyai perhimpunan untuk saling menolong. Bahkan perhimpunan itu bisa memberi pertolongan hukum untuk membela pelaku di pengadilan.
Dokter Naek melanjutkan, dalam kasus ini dipastikan masih ada pelaku lain, karena korban sudah tertular penyakit Herpes. Sedang pelaku sekarang bukan penderita Herpes. Berarti sebelumnya korban sudah pernah disodomi. Tentu perlu dipertanyakan sudah berapa orang yang menyodomi korban. Ini perlu dicari polisi.
Pertanyaan lain ialah kenapa perempuan, Af, ikut membantu terjadinya sodomi? Biasanya justru wanita berusaha mencegahnya. Apakah karena diberi uang? Rasanya kecil kemungkinan karena kedua pria pelaku adalah office boy. Juga apakah masih ada peristiwa sebelumnya yang dibantu A? Apakah dia menonton peristiwa itu dan menikmatinya?
Peristiwa sodomi kepada anak adalah kejadian yang berat. Dampaknya bisa seumur hidup. Dan yang penting lagi, pelaku pasti pedofil. Tidak ada orang normal yang menikmati sodomi kepada anak laki.
Kenikmatan seks, terutama yang tidak normal, justru memberi kenikmatan yang jauh lebih tinggi dari hubungan seks biasa. Tidak mudah bagi mereka mencari korban dan kesempatan untuk itu, sehingga sekali dapat akan sangat dinikmati. Hanya yang sakit yang menginginkannya. Dan penyakit itu biasanya seumur hidup. Tidak ada keinginan menjadi normal, karena kenikmatan seks tertentu melekat dalam jiwa manusia.
"Karena mereka hanya menikmati sodomi, mereka seumur hidup akan tetap mencari korban baru. Lepas dari hukuman mereka akan mencari korban baru lagi. Ini sangat berbahaya kepada anak anak lain," kata dokter Naek, spesialis masalah micropenis.
Ia mengatakan perlu dibedakan antara pelecehan seksual, pencabulan, perkosaan dan sodomi. Istilah pencabulan memberi pengertian yang kabur. Pencabulan bisa berarti meraba raba saja. Bisa melakukan seks dengan remaja di bawah umur.
Tetapi sodomi dilakukan kepada anak jelas peristiwa yang sangat berat. Tidak bisa disebutkan sebagai pencabulan. Karena itulah untuk mencegah atau mengurangi terjadinya peristiwa seperti itu perlu perubahan hukum dalam Kitab Undang-undang Hukum Piana (KUHP). Semoga para penegak hukum kita memperhatikannya. (*)