TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sugeng Teguh Santoso, praktisi hukum mempertanyakan cepatnya proses putusan permohonan Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara (TUN) Mahkamah Agung (MA) yang diajukan Ida Farida terhadap objek tanah seluas 91 hektar yang berada di Sawangan, Depok, Jawa Barat.
"Saya mempertanyakan kok PK-nya capat sekali diputus?. Biasanya perkara PK prosesnya kurang labih setahun. Kenapa ini cepat sekali. Tentu ini merusak rasa keadilan," ungkap Sugeng, Rabu (18/6/2014).
Namun ia sendiri enggan mengatakan ada atau tidaknya "permainan" mafia peradilan pada proses PK yang hanya berjalan selama 1,5 bulan tersebut.
"Saya hanya mempertanyakan cepatnya proses hukum tersebut. Jika ada dugaan-dugaan itu, pihak yang merasa dirugikan silahkan untuk lapor ke Komisi Yudisial," jelas Teguh.
Sebelumnya, MA menolak permohonan PK yang diajukan Ida Farida melawan PT Pakuan Sawangan Golf atas objek surat tanah yang terletak di Sawangan, Bogor, Jabar. Sebagai novum atau bukti baru, pihak pemohon mengajukan peraturan menteri agraria nomor 3 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa BPN wilayah hanya berwenang membuat HGB tidak lebih dari 2000 meter. Sementara HGB PT Pakuan itu dibuat oleh BPN Kanwil Bogor, sekarang menjadi Kanwil depok.
Terkait dengan perubahan HGB oleh PT Pakuan atas objek sengketa tersebut, Sugeng menerangkan, seharunya perusahaan itu tak bisa melakukan perubahan.
"Jelas ini merupakan pelanggaran, harusnya kan dia bisa pakai hak guna usaha (HGU)," selorohnya.
Hal senada juga dikatakan oleh aktivis pertanahan, Adi Mulyadi. Menurut Adi Mulyadi, dirinya menduga putusan PK yang memenangkan PT Pakuan Sawangan Golf berbau suap.
"Putusan ini sangat tidak masuk akal. Kami menduga ada aroma suap dalam putusan tersebut. Kami siap memeberikan dukungan kepada Ibu Ida untuk melaporkan masalah ini ke Komisi Yudisial," kata Adi.
Seperti diketahui sebelumnya, Ida Farida mengajukan PK terkait dengan perkara kepemilikan tanah oleh PT Pakuan Sawangan Golf. Dimana, perjanjian Hak Pinjam Pakai diubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). Namun dalam putusan PK, pihak MA tidak mengabulkannya. Ida sendiri menduga perjuangan yang selama ini dia lakukan, harus dikalahkan oleh adanya mafia hukum yang bermain. Dalam waktu dekat dirinya akan melaporkan para hakim MA ke Komisi Yudisial.