TRIBUNNEWS.COM -Presiden Joko Widodo menyatakan, upaya penanggulangan banjir di Ibu Kota tak mungkin diselesaikan dalam 1-2 tahun. Namun, ia berkomitmen mempercepat penyelesaian program penanggulangan banjir di Jakarta.
”Jakarta itu nanti kalau yang namanya terowongan dari Ciliwung menuju BKT (Kanal Timur) itu selesai akan mengurangi banyak (banjir). Tahun ini juga saya sampaikan, akan dimulai pembangunan dan pembebasan tanah untuk waduk di Ciawi, Bogor,” kata Presiden, Selasa (10/2) dini hari, sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, seusai kunjungan kenegaraan di Filipina.
Menurut Presiden, semua proses ini tak mungkin selesai dalam hitungan hari atau 1-2 tahun. ”Berpuluh-puluh tahun itu belum bisa diselesaikan, tetapi kita akan mempercepat dengan cara- cara itu. Oleh sebab itu, saya akan melihat progres di Waduk Ciawi dan kapan selesainya terowongan dari Ciliwung menuju BKT,” ujar Presiden.
Selasa pagi, Presiden juga memanggil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Seusai menghadap Presiden, Basuki mengatakan, banjir hari Senin lebih disebabkan persoalan teknis pompa air di wilayah utara yang tak berfungsi optimal karena listrik dipadamkan PLN.
”Tadi saya minta Presiden membantu agar pompa air di sepanjang waduk di utara tidak boleh ada pemutusan listrik,” katanya.
Presiden, menurut Basuki, memahami persoalan itu. Presiden merespons permintaan tersebut dengan memerintahkan PLN mengalirkan listrik ke pompa-pompa air itu.
Di sisi lain, lanjut Basuki, pihaknya terus berupaya mengoptimalkan kapasitas waduk di DKI Jakarta, termasuk melanjutkan penataan Waduk Pluit.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan, banjir Senin lalu bukan disebabkan luapan sungai. Banjir lebih disebabkan kapasitas drainase yang masih kecil dan tak mampu menampung curah hujan tinggi.
”Kalau (pembuatan) sodetan, kita sudah mulai dari BKT, dari Cipinang sudah gerak ke Otista (Jalan Otto Iskandar Dinata). Jadi, mudah-mudahan sebelum tahun depan sudah selesai,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, terkait kecurigaan mengenai adanya sabotase dalam bencana banjir kali ini, polisi menanggapi secara serius. Polisi telah menyebar petugas tak berseragam untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.
Menurut Martinus, Polda Metro Jaya juga menugaskan anggotanya untuk menjaga pintu- pintu air yang ada di kawasan Jakarta.
Meminta maaf
Basuki bertekad Jakarta tidak boleh lagi tergenang banjir karena dampaknya besar, terutama terhadap ekonomi. ”Kami mohon maaf kepada pelaku usaha dan masyarakat karena ada kerugian ekonomi,” ujarnya.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta memperkirakan kerugian akibat banjir selama dua hari lalu lebih dari Rp 1,5 triliun. Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang, Selasa, mengatakan, selama banjir, jalur distribusi terhambat, transaksi perbankan turun drastis, dan aktivitas perkantoran terhenti.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar menuturkan, walau banjir tak menggenangi kawasan industri di sekitar Jakarta, dampaknya tetap dirasakan pelaku industri manufaktur di kawasan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Abdul Sobur menuturkan, banyak anggota Amkri di Klender dan Rawa Buaya yang lokasi usahanya tergenang.
Siapkan generator listrik
Basuki memerintahkan agar tersedia generator set (genset) di rumah-rumah pompa untuk berjaga-jaga jika terjadi pemadaman listrik lagi. Genset yang ada sekarang tak lagi memadai untuk mendukung 10 pompa di Waduk Pluit.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama ini tak menyediakan genset dalam jumlah banyak karena mengira lokasi pompa yang dekat PLTU tak bakal mengalami pemadaman.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Agus Priyono mengatakan, pihaknya juga akan mengevaluasi sistem drainase di sekitar jalan protokol, seperti Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka, yang tergenang Senin lalu.
Dinas Tata Air akan mengevaluasi, apakah perlu perombakan saluran agar bisa menampung air dari curah hujan di atas 80 milimeter per detik. ”Namun, untuk memperdalam saluran air pada kedalaman lebih dari 1,1 meter, masih terhalang utilitas di bawah tanah,” kata Agus.
Dinas Tata Air juga akan menambah enam pompa besar di Kamal, Angke, Marina, Ancol, Sentiong, dan Sunter. Selain itu, dinas juga akan memperkuat tanggul pantai, melanjutkan normalisasi sungai dari pantai sampai batas tertinggi tanah, membangun Cengkareng Drain 2, membuat polder, serta memperbanyak sumur resapan. Total dananya sebesar Rp 2,7 triliun.
Lebih merata
Pengamatan Kompas di lapangan, Selasa, menunjukkan, banjir masih terjadi di beberapa tempat, terutama di Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
Di Jakarta Barat, banjir masih menggenang rata di delapan kecamatan. Hingga Selasa sore, pengungsi banjir se-Jakarta Barat mencapai 10.986 jiwa. Mereka menempati posko pengungsian di 28 kelurahan.
Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi mengatakan, banjir tahun ini lebih merata dibandingkan dengan tahun lalu. Menurut Anas, hari Senin ada tiga pompa air yang tak berfungsi karena listrik padam. Ketiga pompa air itu berada di Jalan Kyai Tapa, Kapuk, dan Kembangan.
Di wilayah Sunter, Jakarta Utara, banjir masih merendam permukiman dan jalan di wilayah ini. Air limpasan dari Danau Sunter bahkan terlihat masih seperti kondisi sehari sebelumnya.
Koordinator Rumah Pompa Sunter Selatan Romdhoni mengatakan, air tidak dapat dibuang karena Kali Sentiong sudah penuh.
Kepala Suku Dinas Tata Air Jakarta Utara Kasna menyebutkan, hujan yang masih turun pada Selasa pagi menyebabkan air terus meninggi. Sementara kali dan saluran air tak lagi sanggup menampung volume air.
Sejumlah lokasi langganan banjir di Jakarta Selatan juga masih tergenang air seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Salah satu lokasi tersebut adalah Kompleks Departemen Luar Negeri (Deplu) di Kelurahan Bintaro.
Ratusan rumah warga di lokasi tersebut tergenang banjir setinggi 20-60 sentimeter. Genangan berasal dari luapan Sungai Pesanggrahan yang terletak tak jauh dari kompleks perumahan.
Menurut Gempur Rusbianto (56), warga kompleks tersebut, banjir di wilayah itu rutin terjadi sejak tahun 1976. Hingga sekarang, tidak ada perubahan berarti terkait banjir di wilayah itu.
”Yang ada, kondisi banjir justru bertambah parah karena air kotor dan berwarna coklat,” kata pria yang sudah tinggal di Kompleks Deplu lebih dari 40 tahun itu.
(JAL/FRO/DEA/RTS/RAY/DNA/ART/WHY/EDN/CAS/B09/B10)