TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan teknologi membuat para pelaku penyedia jasa prostitusi tidak lagi menggunakan website atau blog untuk mempromosikan jasa esek-eseknya. Saat ini, melalui media sosial, seperti Twitter digunakan para pelaku prostitusi untuk mendapatkan pelanggan.
Pernyataan tersebut disampaikan Kanit II Vice Control (VC) Subdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Polisi Teuku Arsya Khadafi.
Dia menjelaskan, Twitter, mempermudah penyedia jasa seks berinteraksi dengan pelanggan. Selain itu, Twitter digunakan sebagai media menawarkan jasa esek-esek karena tidak terpantau.
"Untuk mempromosikan lebih mudah, tinggal menuliskan data pribadi seperti tinggi badan, berat badan dan ukuran payudara serta menuliskan rules-nya mereka pada bio akun Twitter," ujar Kompol Teuku Arsya Khadafi saat dihubungi, Jumat (24/4/2015).
Selain mempermudah penyedia jasa seks berinteraksi dengan pelanggan, kata Arsya, Twitter dapat digunakan oleh siapa pun. Termasuk para pelaku prostitusi ini bisa dilakukan oleh siapa pun di dunia maya ini.
Di sisi lain, para pelaku prostitusi online menggunakan Twitter karena tidak mudah terpantau. Di samping itu, lemahnya pengamanan media sosial membuat pelaku prostitusi online menjadi tidak terkontrol.
"Pelaku bisa siapa saja, bisa mahasiswi atau model, karyawati, bisa siapa saja. Dan pelanggannya juga bisa siapa saja. Sehingga mereka lebih bebas dalam berinteraksi dan berkomunikasi lewat Twitter itu," ujarnya.
Maraknya prostitusi online ini tidak saja membuat praktik prostitusi semakin merebak. Namun, baik pelaku maupun pengguna bisa menjadi korban dalam praktiknya ini.
"Namanya juga kenal di dunia maya, belum tahu siapa orangnya, pelaku prostitusi juga bisa menjadi korban pelaku kejahatan yang memanfaatkan jasanya," tambahnya.