Tapi ketika ditanya apakah penjualan daging anjing harus diatur, ia sangat berhati-hati dengan kata-katanya.
"Saya tak bisa mengatakan apa-apa, ini sangat sensitif," kata Sri.
"Mengkonsumsi daging anjing adalah bagian beberapa budaya di sini jadi kami harus sangat berhati-hati. Kami tak melegalkan atau melarangnya, kami masih berpikir, bagaimana menghindari rabies, kami perlu pemikiran lebih lanjut tentang hal itu," sambungnya.
Anjing disalurkan dalam kondisi mengenaskan
Karin Frankem, dari organisasi ‘Jakarta Animal Aid Network’, telah menyelidiki perdagangan daging anjing selama 18 bulan terakhir.
Ia mengatakan, sebagian besar anjing untuk konsumsi berasal dari Jawa dan kemudian dipindahkan ke seluruh negeri, dengan ribuan dari mereka mengalami kondisi yang mengenaskan.
"Truk-truk ini pergi dari kota ke kota dan mereka mentransfer 40 sampai 50 anjing pada satu waktu, mereka semua saling bertumpukan," tuturnya.
"Ketika mereka tiba di lokasi, misalnya Jogja (Jogjakarta), Solo atau Jakarta, beberapa anjing sudah mati, beberapa masih hidup, itu benar-benar cukup mengejutkan," sambungnya.
Tapi ia mengatakan, daging anjing itu populer, sehingga kampanye untuk melarang mengkonsumsinya harus bergerak perlahan.
"Kami perlu bersabar juga karena kami baru saja memulai kampanye ini sekitar setahun yang lalu dan kami perlu terus mencari data dan berkomunikasi dengan Pemerintah tentang mengapa kami harus menghentikan perdagangan daging anjing," utara Karin.
Bagi aktivis pecinta anjing, kamanye ini harus menjadi pendekatan yang lembut dan perlahan, karena meyakinkan pecinta daging anjing bahwa regulasi ini dibutuhkan akan menjadi perjuangan yang berat.