News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Piala Presiden

"Setelah Ambil Gambar, Beberapa Polisi Menghadang Saya, Saya Diintimidasi"

Editor: Wahid Nurdin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.Petugas mencoba menghalau ratusan pendukung Persija Jakarta Jakmania yang melempar batu ke arah petugas saat akan mencoba masuk kedalam area Gelora Bung Karno di Kawasan Palmerah, Jakarta Pusat, Minggu, (18/10/2015). Sejumlah supporter Jakmania menolak pertandingan final piala presiden antara Persib Bandung melawan Sriwijaya FC yang diselenggarakan di Gelora Bung Karno. WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA

TRIBUNNEWS.COM, PALMERAH  -  Aparat kepolisian dan beberapa jurnalis sempat bersitegang pada Ajang final Piala Presiden yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Minggu (18/10/2015).

Sejumlah jurnalis dari media massa elektronik dan online mendapat intimidasi petugas.

Salah satunya adalah jurnalis televisi SCTV-Indosiar, Muhamad Subadri Arifqi yang biasa disapa Badri.

Ia dipaksa petugas menghapus rekaman videi kerusuhan yang terjadi di Pintu VIII SUGBK.

Saat itu kata Badri dirinya mengambil gambar dimana sejumlah petugas kepolisian dan TNI memukuli sejumlah suporter dengan rotan secara membabi buta.

"Setelah ambil gambar, beberapa polisi menghadang saya. Saya diintimidasi," kata Badri kepada Warta Kota, Minggu (18/10/2015) malam.

Menurut Badri, dirinya sempat hendak menjauh dari lokasi, untuk menyelamatkan rekaman gambar hasil kerja jurnalistiknya.

"Tapi beberapa polisi, anggota Sabhara narik baju saya dengan kasar dan ngerampas kamera saya. Saya juga nyaris dipukul karena tak mau baju saya ditarik kasar seperti itu. Lalu mereka paksa saya menghapus rekaman gambar yang berhasil saya ambil tadi," kata Badri.

Dalam kepungan beberapa petugas, Badri mengaku tidak bisa berbuat apa-apa.

Dirinya mengaku sempat mempertanyakan mengapa mereka berbuat kasar dan memaksa rekaman gambar harus dihapus.

"Kata mereka ini hajat besar dan jadi perhatian Presiden, jadi tak boleh ada rekaman rusu atau kisruh. Rekaman ambar saya dianggap mereka menambah keksiruhan. Aneh," kata Badri.

Menurut Badri, alasan petugas memaksa dirinya menghapus rekaman video hasil karya jurnalistiknya sangat tak masuk akal.

"Rekaman gambar yang berhasil saya ambil adalah upaya polisi halau suporter yang rusuh dengan memukuli mereka pakai rotan. Mungkin polisi anggap ini buruk, dan saya diintimidasi untuk hapus gambar," kata Badri.

Hal serupa juga dialami reporter media online merdeka.com Faiq Hidayat. Telepon genggamnya yang merekam hasil foto kerusuhan di pintu masuk SUGBK dirampas anggota Sabhara.

Setelah itu kata Faiq, petugas meminta semua foto yang berkaitan dengan kerusuhan dihapus.

"HP diambil anggota Sabhara dan semua foto seputar kerusuhan di hapus. Setelah itu barulah HP saya dikembalikan," katanya.

Atas peristiwa yang menimpanya, Badri mengaku sudah melaporkan ke kantornya redaksi SCTV, ia juga berniat melaporkan peristiwa ini ke Dewan Pers.

"Saya tidak mau ini terjadi lagi ke teman jurnalis lain ke depannya. Jadi saya akan lapor Dewan Pers," kata Badri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini