TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Polda Metro Jaya menetapkan Iqbal Latief sebagai tersangka kasus sabotase pemutusan hubungan kerja bagi dua pegawai PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dinilai terburu-buru.
Malik Bawazier selaku pengacara Iqbal Latief, menilai alat bukti yang ditemukan penyidik Polda ditemukan beberapa kejanggalan-kejanggalan.
Dia meminta penyidik Polda Metro Jaya supaya transparan dalam memberikan hasil penyelidikan.
"Kami berpendapat penetapan tersangka terhadap saudara Iqbal ini masih sumir dan patut dipertanyakan apa dasar penetapan tersangka tersebut," ujar Malik kepada wartawan, Rabu (4/11/2015).
Dia mempertanyakan penetapan pasal yang disangkakan terhadap Iqbal. Semula Iqbal dituntut Pasal 3 Undang - Undang Nomor 11 tahun 1963 pasal tentang sabotase. Namun, belakangan penyidik menerapkan Undang-Undang No 33 tahun 2008 tentang ITE.
Pihaknya mempertanyakan kepada penyidik termasuk dasar-dasar dan bukti apa sehingga dapat menetapkan Iqbal sebagai tersangka termasuk keabsahan memperoleh alat bukti untuk memberatkan klien.
Selain itu, Malik mengaku, kliennya tidak pernah dilibatkan dalam setiap gelar perkara yang dilakukan Polda Metro Jaya. Seharusnya, setiap tersangka yang terlilit kasusnya dilibatkan dalam gelar perkara.
"Iqbal tidak pernah diundang gelar perkara tersebut. Gelar perkara itu jelas ada pihak terlapor, harus ada penyidik kemudian membuat suatu konklusi bagaimana membuat suatu tindak pidana ini menjadi terang benderang," tuturnya.
Penyidik salah menafsirkan Iqbal adalah otak dibalik aksi mogok kerja yang mengakibatkan lumpuhnya pelabuhan terbesar di Indonesia itu.
Menurut Malik, aksi itu merupakan unsur solidaritas yang dilakukan para pegawai lain karena salah satu temannya diberhentikan tanpa alasan.
"Iqbal tidak pernah mengajak seseorang melakukakan aksi mogok atau apapun. Yang terjadi sesuai fakta hukum, aksi yang dilakukan adalah bentuk solidaritas," tambahnya.
Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan tersangka Mantan Manajer IT Jakarta International Container Terminal (JICT) Iqbal Latief atas kasus pemecatan dua pegawai JICT yang mengakibatkan seluruh pekerja mogok. Para pekerja tidak melakukan tugas sehingga pelabuhan terbesar di Indonesia itu menjadi lumpuh total.