Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan rumah tangga antara pasangan suami-istri, Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu dan Soepriyanto, dibawa ke ranah publik.
Politikus Partai Demokrat, Nova Riyanti Yusuf, melaporkan suaminya, Soepriyatno ke Mahkamah Kehormatan Dewan atas dugaan melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Kamis (3/12/2015).
Beberapa waktu lalu kepada media, Soepriyatno sempat menyinggung persoalan buku nikah yang hilang.
Perempuan yang akrab dipanggil Noriyu merasa perlu bicara menanggapi Soepriyatno soal buku nikah.
Ia mengaku baru mendapat buku nikah pada Oktober 2015, padahal keduanya menikah sejak Januari 2015.
Mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR itu menceritakan buku nikah sebenarnya telah ia dapat tapi ternyata ada kesalahan nama.
Sementara itu ia harus bertolak ke Amerika Serikat untuk memenuhi undangkan riset enam bulan.
Suami sempat mengantar Noriyu ke Amerika Serikat dan buku nikah miliknya ia titipkan ke Soepriyatno.
Lalu untuk merevisi nama di buku nikah tersebut, Noriyu balik ke Jakarta sekitar Juni 2015.
"Baru Juli saya menyadari kok buku nikah belum ada di tangan saya lagi. Akhirnya saya menanyakan ke KUA.
"Bahwa saya mengirim orang untuk meminta buku nikahnya yang sudah direvisi atau bagaimanalah."
"Karena saya enggak tahu buku nikah setelah revisi berarti harus tanda tangan lagi kan," ungkap dia.
Saat ingin mengambil buku nikah tersebut, Noriyu mendapatkan informasi dari KUA yang mulanya tidak ingin menceritakan permasalahan tersebut kepadanya.
"Kata KUA-nya, Mbak Nova benar-benar tidak tahu apa yang terjadi?" tanya petugas KUA seperti dikutip Noriyu.
Noriyu memastikan pihak KUA tidak tahu apa yang dimaksud, karena baru kembali dari Amerika Serikat usai riset enam bulan di sana untuk menata rumah tangganya.
"KUA mengatakan bahwa kenapa Mba Nova bisa tidak tahu sudah terjadi permintaan dari suami anda bahwa pernikahan ini mau dibatalkan," beber dia.
Air matanya ambyar mendengar kabar tersebut dan Noriyu lupa adanya proses hukum, padahal saat ijab kabul ada saksi dari kedua keluarga mempelai.
"Saya baru sadar. Kenapa ya pak batal? Ada 100 orang saksi kemudian ada saksi resmi dua orang dari keluarga dia dan keluarga saya."
"Ada wali, bagaimana caranya bisa mengatakan batal. Ini saya menceritakan karena saya belum ada bukti," imbuh dia.
Soepriyatno mendengar kabar tersebut lalu bertanya mengenai keributan yang terjadi di dalam pernikahan itu karena . selama ini Noriyu belum memiliki buku nikah.
Soepriyatno lalu menawarkan diri untuk mengambil buku nikah itu di KUA.
"Reaksi pertama dari KUA, oh ini mau pembatalan nikah ya? Kok pembatalan nikah lagi sih. Saya mau ambil buku nikahnya lagi."
"Ada saksi 100, semua MC-nya bingung kita menyaksikan ramai-ramai resmi. Oh enggak-enggak adik saya mau ambil buku nikahnya. Kakak saya memaksakan," ungkap dia.
Ketika ditanyakan mengenai adanya kekerasan fisik dalam rumah tangga, Noriyu enggan menjelaskan secara detil.
Ia malah mengatakan adanya persoalan hak mendasar.
"Bukan cekcok. Jadi artinya untuk mendapat hak mendasar harus bolak balik. Mungkin perempuan lain tidak kuat."
"Tapi saya toleransi toleransi terus. Prosesnya terjadi akumulasi perasaan yang bergolak," kata Noriyu.
Kakak Noriyu dilaporkan
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti, mengatakan Noriyu melaporkan Soepriyanto atas dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Sementara itu, Soepriyanto melaporkan kakak Noriyu atas dugaan penganiayaan.
Dua pelaporan itu dibuat di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Mapolda Metro Jaya pada Selasa (1/12).
"Ada saling lapor pelapor dan beliau (Soepriyanto,-red). Satu melaporkan KDRT. Satu melaporkan penganiayaan ringan yang dilakukan oleh kakak pelapor Noriyu," kata Krishna ditemui di Mapolda Metro Jaya, Rabu (2/12/2015).
Setelah membuat laporan, menurut Krishna, masing-masing pelapor telah diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan pada Selasa kemarin di Mapolda Metro Jaya.
Namun, karena masih dalam tahap penyelidikan, Krishna mengaku, tidak dapat mengungkapkan kepada publik bagaimana peristiwa KDRT dan penganiayaan terjadi.
"Saya belum baca BAP karena nanti saya kontrol saat gelar perkara. Belum bisa disampaikan ke publik biar beliau menyampaikan. BAP saja belum," kata dia.
Noriyu merupakan anggota DPR RI dari fraksi Partai Demokrat pada 2009-2014.
Sementara, Soepriyanto, anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Partai Gerakan Indonesia Raya.
Untuk memeriksa Soepriyanto, kata Krishna, penyidik tak memerlukan izin presiden.
Sebab, yang bersangkutan secara sukarela datang ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan.
Ini dilakukan karena dia ingin permasalahan cepat selesai.
Krishna menambahkan Soepriyanto telah memberikan klarifikasi kepada penyidik pada Rabu ini.
Ke depan, penyidik menunggu kedatangan dia tanpa undangan dan tanpa panggilan pemeriksaan.
"Kami menunggu kedatangan beliau tanpa undangan tanpa panggilan."
"Tanpa panggilan, karena kami tidak boleh memanggil dan memeriksa anggota DPR tanpa izin presiden," katanya.(*)