TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) untuk enam badan usaha milik daerah (BUMD) DKI akan dicairkan di penghujung tahun 2016.
Hal itu untuk menjaga kestabilan keuangan di kas daerah DKI.
"Kebijakan pencairan PMP di ujung 2016 ini merupakan strategi untuk menjaga cash and flow kita," kata Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI Jakarta, Saefullah saat rapat membahas hasil evaluasi Raperda APBD DKI 2016 bersama Badan Anggaran (Banggar) DKI, Selasa (12/1/2016).
Pemerintah Provinsi DKI akan meminta para direksi BUMD menjelaskan program dan kegiatan mereka terlebih dahulu kepada Banggar DPRD DKI.
Penjelasan harus dilakukan untuk mengukur program kerja para BUMD yang mendapat PMP. Program harus bermanfaat bagi masyarakat.
"Sebelum dana PMP enam BUMD dicairkan, saya minta agar mereka dipanggil oleh Banggar untuk dimintai penjelasan," kata Saefullah.
Pencairan PMP di akhir tahun, kata Saefullah, tidak akan menjadi persoalan. Di dalam proposal pengajuan PMP di masing-masing BUMD, pelaksanaan pembangunan tidak bisa dikerjakan di awal tahun.
"Dalam proposal mereka juga ini pelaksanaannya tidak bisa di awal. Karena itu kita harus prioritaskan pembiayaan-pembiayaan yang lain," ujarnya.
Pencairan dana PMP enam BUMD digulirkan di akhir tahun untuk menjaga kestabilan pembiayaan lainya,
"Contoh kecil buat belanja tinta dan kue yang ada di hadapan kita. Kalau PMP kita gulirkan di depan, kita tidak bisa menjaga cash flow kita," lanjut dia.
Sebelumnya, pada Rancangan APBD DKI tahun 2016 Pemerintah Provinsi DKI memberikan senilai Rp7,27 triliun sebagai PMP untuk tujuh BUMD DKI, yakni PT MRT Jakarta Rp2,28 triliun, PT Jakpro Rp2,95 triliun, PD PAL Jaya Rp370 miliar, PT Bank DKI Rp500 miliar, PD Dharma Jaya Rp50 miliar, PT Trans Jakarta Rp750 miliar, dan PD Pasar Jaya Rp370 miliar.
Kemendagri hanya menyetujui PMP kepada PT MRT, karena berkaitan dengan proyek pembangunan Pemerintah Pusat.