TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan warga Sangihe se-Jabodetabek menggelar Upacara Adat Tulude.
Upacara perwujudan rasa syukur kepada Tuhan itu diadakan di GOR Jakarta Utara, Sabtu (6/2/2016).
Upacara adat yang digelar setiap tahun ini, merupakan acara ketiga yang dilakukan di Jabodetabek oleh keluarga besar Tampungan Lawo.
Dalam acara tersebut digelar beragam kesenian musik dan tari-tarian khas Sangihe seperti, Tarian Salo, Gunde, Alabadiri dan Upase.
Anggota DPRD Pemprov DKI Jakarta, Steven Setiabudi Musa yang juga merupakan salah satu tokoh muda Sangihe, mengatakan upacara adat Tulude merupakan acara yang dilakukan rutin setiap tahun oleh warga Sangihe se-Jabodetabek.
"Upacara ini memiliki makna bahwa sebagai manusia yang sudah diberikan berkat oleh Tuhan maka sudah selayaknya kita mengucapkan syukur kepada-Nya dan memohon agar di tahun yang baru tuntunan Tuhan menyertai langkah kehidupan kita," ungkap Steven Setiabudi Musa disela-sela upacara, Sabtu (6/2/2016) malam di GOR Jakarta Utara, Kecamatan Tanjung Priok.
Dengan diselenggarakan acara adat Tulude, ia berharap generasi muda Sangihe dapat melestarikan dan menghargai budayanya sehingga tidak kehilangan identitas budaya di tengah terbukanya Indonesia dalam perdagangan bebas.
"Semoga kegiatan-kegiatan seperti ini bisa menjadi kegiatan rutin bagi generasi muda, karena upacara ini adalah hajatan tahunan warisan para leluhur masyarakat Sangihe yang telah dilakukan selama ratusan tahun lalu,” tambah anggota DPRD Fraksi PDIP Komisi E itu.
Steven sangat prihatin melihat kondisi masih banyak generasi muda khususnya masyarakat Sangihe telah melupakan Upacara Adat Tulude.
“Kalau boleh dibilang anak-anak muda, khususnya dibawah saya sudah lupa budaya asalnya. Semoga menjadi kegiatan rutin bagi generasi muda. Acara ini adalah hajatan tahunan warisan para leluhur masyarakat Sangihe yang telah berabad-abad silam,” jelasnya.
Penasihat Keluarga Tampungan Lawo Jabodetabek, Simson Katiandago menjelaskan upacara adat Tulude memiliki tiga makna utama, yakni mensyukuri berkat Tuhan dari tahun yang sudah berlalu, memohon ampun atas kekeliruan dan kesalahan di tahun yang silam, berdoa dan memohon untuk kesuksesan di tahun yang baru
Sementara itu, Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda Pemprov DKI Jakarta, Firmansyah yang hadir sebagai tamu kehormatan, mengaku merasa senang karena upacara Tulude 2016 bisa digelar di GOR Jakarta Utara.
"Kami merasa terhormat acara ini bisa diadakan di GOR kami, bapak Ahok juga sangat senang GOR bisa dimanfaatkan oleh seluruh warga Jakarta dan tidak mengenal suku dan agama," kata Firmansyah.
Ia melihat kegiatan Tulude tersebut sangat bermanfaat bagi seluruh warga, karena mengajarkan seluruh manusia untuk selalu bisa bersyukur atas pencapaian masa lalu dan berbuat lebih baik di tahun yang baru.
"Saya mengajak kepada seluruh keluarga besar untuk membangun kota Jakarta menjadi lebih besar, peran warga Jakarta ini penting sekali. Pemprov DKI tidak akan bisa bergerak maju tanpa dukungan dari masyarakat," tambahnya.
Menurut Firmansyah, dengan dilaksanakannya upacara adat Tulude 2016 bisa menjadi identitas budaya bangsa yang bisa ditampilkan pula di berbagai event olah raga internasional yang akan dilakukan di Indonesia.
"Tahun ini kita ada Festival Olah Raga Masyarakat Dunia pada 6-10 Oktober nanti, di 2018 kita ada Asian Games menjadi tuan rumah setelah 58 tahun menunggu. Sudah selayaknya saat dalam pembukaan ataupun penutupan diperkaya dengan tarian ataupun pertunjukan budaya bangsa supaya lebih dikenal dunia," lanjutnya.
Meskipun hujan hujan deras yang mengguyur sekitar area GOR Jakarta Utara tidak memutus kemeriahan dan kekhusyukan dilangsungkannya upacara Tulude 2016.
Berbagai lagu rohani Kristiani membuka acara tersebut, yang kemudian dibuka dengan sambutan Bupati Sangihe yang diwakili oleh Sekda Kabupaten Sangihe.
Setelah itu diadakan pula pemotongan kue adat Banua, serta beragam lagu daerah dan tarian khas Sangihe seperti Tarian Musurai, Tari Alabadiri, Tarian Salo, Tarian Gundae, yang diakhiri dengan jamuan makan malam.
Perkumpulan Keluarga ‘Tampungan Lawo’ yang sebagian besar masyarakat Sangihe ini, mulai dibentuk pada Juni 1986 dan memilki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) pada 12 Agustus 2007.
Nama Tampungan Lawo diambil dari sebuah nama kerajaan pertama di Sangihe. Upacara Adat Tulude biasanya dilaksanakan rutin oleh masyarakat setiap tahunnya pada 31 Januari, sekaligus hari ulang tahun Kepulauan Sangihe. Selain upacara bersifat religi, juga menampilkan budaya asli Sangihe.