"Bulan Mei nanti harusnya dia internship soalnya kan memang programnya memang begitu," katanya.
Sudah 24 Kali Terapi
Edi Suwandi diketahui telah melakukan terapi hiperbarik sebanyak 24 kali di RSAL Mintohardjo sebelum terjadinya insiden. Sementara anaknya Dimas Qadar Radityo dan Irjen Pol (purn) Abubakar Nataprawira baru akan menjalani terapi tersebut untuk pertama kalinya.
Hal tersebut diungkapkan kerabat Edi, Emi Muchtar."Kalau Pak Edi setahu saya sudah 24 kali terapi. Dia mengajak besannya (Abubakar) dan anaknya untuk ikut dan baru pertama kali itu mereka ke sana," ujarnya.
Pihaknya menyayangkan adanya insiden tersebut. Menurutnya banyak menteri dan pejabat tinggi yang melakukan terapi tersebut di RSAL Mintohardjo dan seharusnya mempunyai tingkat keamanan dan fasilitas yang baik.
Belum lagi, biaya untuk sekali terapi termasuk tinggi. Sehingga pihak rumah sakit seharusnya mempunyai prosedur yang bagus dalam penanganan kondisi darurat.
"Sekali terapi itu mahal sekali sampai Rp 1,2 miliar sekali terapi. Harusnya rumah sakit punya aturan yang baik soal prosedur," katanya.
Menurutnya, kondisi kedua jenazah tersebut juga sudah tidak sempurna dengan luka bakar hingga grade 4 atau hampir 80 persen. Emi mengungkapkan dalam insiden tersebut juga tidak ada respon cepat dari petugas rumah sakit.
"Mereka (petugas) harusnya bisa mendobrak atau memecahkan kaca ruangan. Tapi setahu saya petugas malah kabur saat insiden terjadi," ungkap Emi.
Karena itu, pihak kelurga berencana akan melayangkan gugatan kepada RSAL Mintohardjo karena dinilai telah melakukan kelalaian dan menyebabkan kematian.
Pertanyakan Petugas RS TNI AL
Pihak keluarga Edi Suwardi Suryaningrat dan Dimas Qadar Radityo mempertanyakan keberadaan operator ruang terapi di Ruang Pulau Miangas Gedung Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) lama RSAL Mintohardjo.Operator ruang terapi tersebut merupakan orang yang paling memungkinkan dimintai keterangan mengenai insiden tersebut.
"Petugas operatornya dimana sekarang? Dia itu saksi kunci. Harusnya dia juga dimintai keterangan tapi kami belum dengar apa-apa dari rumah sakit," ujar kerabat Edi, Novarina.
Nova menjelaskan bahwa keempat korban yang berada di tabung Chamber tersebut tidak lagi dapat tertolong karena alat tersebut semakin mengunci ketika terjadi korsleting listrik.