TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merasa dikhianati dengan adanya kasus suap yang melibatkan pengembang PT. Agung Podomoro Land (APL) dengan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Dugaan suap dari pengembang kepada Sanusi untuk menurunkan nilai kewajiban yang harus diserahkan pengembang kepada pemerintah dalam Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZPW3K).
Pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZPW3K) 2035 disebutkan kewajiban tambahan pengembang sebesar 15 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP).
Rapat paripurna pengesahan itu, tidak disahkan. Bahkan terhitung tiga kali batal.
Ahok mengatakan kalau benar seperti itu, dirinya merasa dikhianati oleh pengembang.
Pasalnya setiap kali ada diskusi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pengembang, tidak ada keluhan dari pengembang, termasuk PT. APL.
"Kalau misalnya itu benar, berarti mengkhianati saya juga. Depan saya diam-diam tanda tangan biaya, tidak tahunya di belakang ada negosiasi," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (1/4/2016).
Negosiasi antara pengembang dengan DPRD DKI untuk menurunkan kewajiban kepada pengembang. Dari 15 persen turun menjadi 5 persen. Namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertahan dengan 15 persen.
"Itu yang saya bilang sama Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) sama Sekda (Sekretaris Daerah). Kita enggak mau mundur 15 persen, itu bukan saya yang tetapkan, tapi itu hitungan kita minta ahli ngitung," imbuh dia.
"Berapa yang pantas kewajiban untuk diberikan kepada kami. Tentu mereka enggak mau kan, enggak mau. Di depan saya enggak pernah bilang enggak mau, tahu-tahu ada nego, kurang ajar," tegas Ahok.
Hingga saat ini, nasib raperda mengenai RZWP3k serta tata ruang pulau reklamasi masih belum jelas kabarnya. Komisi Pemberantasan Kourpsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Sanusi.
Sanusi ditangkap bersama seorang rekannya GER setelah menerima uang Rp 1 miliar dan Rp 140 juta dari Trinanda Prihantoro, personal assistant di PT Agung Podomoro Land.
"KPK telah melakukan OTT terhadap dua orang yaitu MSN (M Sanusi) anggota DRPD DKI Jakarta 2014-2019 dan GER swasta pada sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta selatan setelah menerima uang TPT (Trinanda Prihantoro) swasta karyawan PT APL," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Trinanda ditangkap KPK di kantornya di kawasan Jakarta Barat. Dalam operasi tersebut, KPK juga menetapkan satu orang lainnya yakni BER.
BER adalah sekretaris Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. Menurut Agus, suap tersebut terkait pembahasan Raperda RZWP3K dan Raperda Pantura.
Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja telah menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penyerahan diri tersebut sehubungan penetapan tersangka dirinya sebagai tersangka pemberi suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Ariesman terlihat tiba di KPK didampindi sejumlah penyidik KPK sekitar pukul 19.55 WIB. Arismen sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan wartawan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka.
Sekadar diketahui, Ariesman melalui anak buahnya Trinanda Prihantoro memberika uang Rp 2miliar kepada Sanusi. Uang tersebut diberikan dua kali masing-masing Rp 1miliar.