Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan sopir taksi yang tergabung dalam Front Transportasi Jakarta, Jumat (8/4/2016) pagi kembali menggelar unjuk rasa.
Unjuk rasa tersebut dilakukan terkait transportasi berbasis online yakni Grab dan Uber yang dinilai ilegal.
Kali ini, demo digelar di Mabes Polri, tepatnya di Baharkam Mabes Polri.
Aksi diikuti sekitar 50 sopir taksi dari beberapa perusahaan taksi.
Tribunnews.com/ Theresia Felisiani
Aksi tersebut mendapat penjagaan ketat dari anggota Mabes Polri serta Polda Metro.
Dalam aksinya mereka menuntut kepolisian menutup aplikasi Grab dan Uber serta menangkap para sopirnya yang dinilai ilegal.
Mereka menganggap transportasi tersebut tidak memiliki izin dan plat nomor kendaraannya hitam, bukan kuning layaknya angkutan penumpang umum.
"Sampai saat ini Grab dan Uber belum ada izin, makanya kami hadir di sini. Kan biasanya polisi kalau orang tidak ada izin bisa digulung, ditangkap orang-orangnya. Kami minta sopir taksi Uber dan Grab ditangkap. Sebelum izinnya ada, mereka jangan operasi," kata orator aksi.
Menurutnya, para sopir taksi konvensional ini bukan tidak mau mengikuti zaman atau buta dengan kecanggihan teknologi.
Mereka bersedia bersaing sehat dengan Uber dan Grab, asalkan mereka tidak melabrak undang-undang terkait perizin angkutan darat.
Tribunnews.com/ Theresia Felisiani
Selain berorasi, para sopir taksi juga membawa bendera lambang Front Transportasi Jakarta.
Mereka pun membawa beberapa spanduk tuntutan bertuliskan: Polisi adalah penegak hukum (Gakkum), Tegakkan hukum, mobil uber dan grabcar, Plat hitam ilegal angkutan umum, tangkap dan tutup.
Untuk diketahui, aksi kali ini merupakan lanjutan dari aksi sebelumnya, Selasa (22/3/2016) siang lalu di Kementerian Komunikasi dan Informatika dan DPR RI, Jakarta Pusat.
Tuntutan mereka masih sama yakni pemerintah diminta menutup aplikasi Grab dan Uber lantaran dinilai ilegal.