News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik Kalijodo

Kisah Hamdi, Eks Penghuni Kalijodo, Dulu Banyak Uang Sekarang Jadi Pemulung

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jalan beton yang sedang dalam tahap penyelesaian di kawasan eks Kalijodo, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (9/4/2016). Sekarang Kalijodo mulai ditata setelah penggusuran beberapa waktu lalu.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hamdi Hartono (45), mantan juru parkir di Jalan Kepanduan I tepatnya di Kolong Tol Sedyatmo Kalijodo (Pluit-Tomang) mengaku kawasan tempat hiburan malam di Jalan Kepanduan II, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara atau 'Kalijodo' hanya tinggal kenangan.

Dirinya yang sempat menjadi tukang parkir di kawasan yang terkenal akan marak prostitusi dan premanisme itu mengaku wajah Kalijodo kini berubah total.

"Kalijodo ya.. (terdiam sejenak). Tinggal kenangan sekarang mas. Saya ingat saya masih makmur tinggal di Kalijodo. Memang sih saya enggak punya sertifikat rumah di Kolong Tol sana. Gara-gara pemerintah, saya terpaksa jadi pemulung. Dulu, sehari saya bisa dapat sejuta sehari semalam markirin kendaraan pengunjung klub malam di Kalijodo," kata Hamdi sembari meratap duduk di Jalan Kepanduan II, Sabtu (9/4/4/2016).

Hamdi yang saat itu tengah beristirahat lantaran usai mengumpulkan kayu bekas di lahan lendir yang kini sudah rata dengan tanah, hanya bisa menghela nafas.

'Wajah Kalijodo Telah Berubah' kalimat yang bisa dituturkan pria yang mengenakan kaos ungu lusuh saat itu.

"Saya kalau lihat Kalijodo sekarang, sedih mas. Wajah Kalijodo telah berubah. Sekarang, ada alat berat, mobil-mobil mandor-mandor yang parkir di Kalijodo yang kini sudah rata. Pembangunan jalan, bahkan plang-plang pembuatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) baik di Kolong Tol maupun di Kawasan Kalijodo ini, sudah terpajang. Kalijodo buat saya sudah dianggap kota hidup, sekarang sudah mati mas. Hanya tanah, beton, sama alat berat milik pemerintah yang saya lihat," paparnya sambil menundukkan kepala.

Ia mengaku, saat pembongkaran Kawasan Kalijodo dimulai, yakni pada Senin (29/2/2016), hatinya menaruh dendam terhadap pemerintah.

Hatinya mengaku sakit saat sejumlah alat berat memporak-porandakan bangunan yang dianggap pemerintah merupakan bangunan liar.

"Saya kalau terus mengingat saat melihat alat berat saat pembongkaran dimulai, hati saya sakit mas. Seperti ditusuk-tusuk. Padahal, saya sama istri saya sudah berencana menyekolahkan anak saya di SMA negeri, bahkan bangun penginapan di Kolong Tol itu. Tapi apa daya, (pemerintah) bombardir permukiman kami. Padahal, kami enggak menganggu sama sekali ya," katanya.

Hamdi mengaku saat itu tengah menahan lapar. Lantaran sudah dua bulan menjadi pemulung, seharinya hanya mendapat uang dari para bos pengepul hanya Rp 50.000-Rp 100.000. Dirinya juga mengaku hanya bisa sabar dan terus mencari uang demi memenuhi perut anaknya.

"Mungkin kalau saya bisa dapat Unit Rumah Susun (Rusun) enggak seperti ini. Karena saat melakukan pendaftaran, saya tidak bisa dapat rusun karena memang tak punya bangunan yang bersertifikat. Tapi ya sudahlah.. Begini saja saya sudah bersyukur saya," ujar pria asal Lampung ini.

Pantauan Warta Kota, cerita Hamdi terkait Kalijodo yang kini tak seperti dulu, juga menarik perhatian para pengendara yang melintas di Kawasan itu. Suasana di Kalijodo kini hening.

Bahkan, alat berat terlihat beroperasi di perbatasan antara Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.

Alat-alat berat itu mengeruk tanah di lahan yang sempat berdiri klub-klub, atau tempat para pekerja seks komersial (PSK) menjajakan tubuhnya kepada pria hidung belang yang berkunjung.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini