Nelayan lainnya, Iwan, menyebut ikan yang dibawa ke Balai Kota adalah ikan-ikan yang ditangkapnya dari Senin malam hingga Selasa pagi.
Untuk membuktikannya, Iwan ingin mengajak Ahok untuk melaut bersama para nelayan.
"Ini hasil tangkap semalam dan subuh. Bapak Ahok bilang ikan di Teluk Jakarta tidak ada. Itu tidak benar. Perhatikan kehidupan nelayan. Pak Ahok harus mikirkan itu. Bila perlu saya ajak bareng jaring ikan," ajak Iwan.
Iwan mengeluh hasil tangkapan ikannya sehari-hari berkurang setelah reklamasi dilakukan di Teluk Jakarta.
Sebelum ada reklamasi, para nelayan bisa menangkap ikan seberat 50 Kilogram per harinya.
Kini hanya 5 Kilogram atau bila di Rupiahkan hanya berkisar Rp 50 ribu per harinya.
Karenanya dia meminta kepada Ahok agar memberhentikan reklamasi di Teluk Jakarta.
Puluhan Tahun Melaut di Teluk Jakarta
Syuhali melaut sejak 1977.
Dia membantah bila di Teluk Jakarta sudah tidak ada lagi ikan seperti yang diucapkan Ahok.
Dia membuktikannya dengan membawa ikan-ikan hasil tangkapan di perairan Teluk Jakarta.
"Ini ikan Bandeng, Sangke sama Petek. Faktanya masih ada ikan," ucap Syuhali.
Kini lautan Teluk Jakarta sudah jauh berbeda dari belasan tahun yang lalu. Kata Syuhali, mencari ikan mulai sulit.
Sebagian keracunan, setengah mati, setengah subur.
Reklamasi membuat kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati, antara lain berupa hilangnya berbagai spesies mangrove, punahnya spesies ikan.
Serta merusak ekosistem terumbu karang, punahnya kerang, kepiting, burung dan berbagai keanekaragaman hayati.
"Pemerintah pura-pura budek dan menutup matanya," tutup Syuhali.