News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Pengamat: Gaya Komunikasi Ahok Cenderung Brutal, Kasar dan Banyak Umpatan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berikan kuliah umum kepada para pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Taruna Nusantara (Tarnus), Banyuredjo, Mertoyudan, Jawa Tengah di Balai Kota DKI Jakarta, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2016). TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dodi Ambardi memandang gaya komunikasi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok cenderung brutal.

Kata-kata yang dipilih Ahok ketika berkomunikasi dengan pihak lain, kata dia, tidak tertata.

"Diksi yang dipilih Ahok ketika menilai sesuatu atau seseorang cenderung brutal, kan kasar, banyak umpatan," kata Dodi kepada Kompas.com, Kamis (28/4/2016).

Menurut Dodi, gaya komunikasi ini ada sisi positifnya. Yakni sebagai terapi kejut kinerja birokrasi.

Namun hal ini membuat dirinya semakin banyak dimusuhi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.

"Jadi komunikasi itu mencakup frekuensi, substansi, dan gaya. Yang terakhir, gaya Ahok kurang umum diterima," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) tersebut.

Dalam berbagai hal, lanjut dia, substansi yang disampaikan Ahok sudah bagus. Namun kelemahannya terdapat pada gaya komunikasi Ahok.

Hal ini pula yang ditengarai menjadi penyebab banyaknya pejabat yang mengundurkan diri pada masa pemerintahannya. Terlebih Ahok kerap memarahi anak-anak buahnya di depan publik.

Tercatat, ada tiga pejabat eselon II yang mengundurkan diri pada masa pemerintahan Ahok. Yakni mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Energi Haris Pindratno, mantan Kepala Dinas Tata Air DKI Tri Djoko Sri Margianto, dan mantan Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi.

"Penilaian ahok terhadap bawahan, terutama (penilaian yang) negatif, kerap diumbar di media. Itu kontras 180 derajat dibanding gaya lama di mana kesalahan birokrat hanya dibahas secara internal," kata Dodi.

Penulis : Kurnia Sari Aziza

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini