TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok klaim tidak ada Pegawai Negeri Sipil (PNS) fiktif.
68 PNS yang diduga fiktif sudah terdaftar hanya saja belum melakukan pendataan ulang secara elektronik (E-PUPNS), yang merupakan sistem baru database PNS yang diterapkan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ahok menyatakan sistem tersebut memang belum berjalan maksimal.
Tapi sudah cukup membantu untuk mengawasi dan melihat PNS-PNS fiktif yang sudah tidak terdaftar namun masih menerima gaji.
"Justru kita tahu karena adanya sistem online. Jadi dulu, PNS yang sudah berhenti pun, dipenjara pun, gajinya jalan terus. Salah satunya di Biro KDH malahan. Ada (pengguna) narkoba (lalu) ditangkap, belajar dari situ," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (29/4/2016).
Sistem online yang diterapkan BKN bisa bersinergi dengan sistem sistem Key Performance Indicator (KPI) milik Pemprov DKI. Sistem tersebut demi mengawasi kinerja PNS.
"Nah dari situ kita mulai tahu ada yang kerja, ada yang enggak kerja. Ditambah dengan sistem KPI. Kalau tidak ada sistem elektronik, 70 ribu lebih pegawai kamu enggak bisa kontrol," kata dia.
Sementara itu Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika membantah jika ada 1.250 pegawai negeri sipil (PNS) fiktif di Pemprov DKI Jakarta.
Hanya ada beberapa pegawai yang belum melakukan pendataan ulang PNS secara elektronik (E-PUPNS).
Berdasarkan catatan BKD, Agus mengatakan, ada 1.848 PNS yang belum melakukan registrasi ulang tersebut.
Terdiri atas 780 PNS pensiunan, 371 PNS berhenti dengan hormat, 211 PNS meninggal dunia, 55 PNS berhenti tidak hormat, 27 PNS berhenti sementara, 4 CPNS mengundurkan diri dan 68 PNS belum melakukan registrasi elektronik.
66 orang yang belum melakukan registrasi ulang tetap mendapatkan gaji sampai detik ini.
Setelah dilakukan pengecekan sebagian diantaranya ternyata belum dapat melakukan pendaftaran karena masih terjerat masalah hukum.