TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sutarmin (50) tidak kuasa menahan kesedihan.
Kedua matanya terlihat memerah dan berkaca-kaca manakala lima jenazah korban kapal tenggelam di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, tiba di Dermaga Marina, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (7/5/2016).
Pasalnya salah satu jenazah tersebut adalah Doni Setiawan (22), anak yang dicintainya.
Ia menceritakan anak pertama dari dua orang bersaudara itu memang sudah lama berkeinginan untuk pergi berlibur bersama-sama dengan para tetangga di rumahnya.
Doni dan teman-teman ingin memanfaatkan momen libur panjang untuk rekreasi ke Kepulauan Seribu.
"Anak saya sama rombongan berangkat Kamis (5/5) kemarin dan rencananya pulang Minggu (8/5) besok. Tapi malah begini kejadiannya," ujarnya dengan pelan, Sabtu (7/5).
Ia mengaku dirinya sempat diajak oleh sang anak untuk ikut berlibur bersama rombongan yang berjumlah 14 orang tersebut.
Hanya saja Sutarmin tidak bisa ikut karena harus menjaga bengkel sepeda motor yang sekaligus sebagai tempat mengais rejeki.
Bagi warga Jalan Tangkiwood III RT 08 RW 02, Kelurahan Tangki, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat itu, Doni merupakan pribadi yang jujur.
Pekerjaan sebagai montir yang dilakukan Doni, tidak pernah dilakukan setengah hati.
"Anaknya baik, rajin banget, enggak pernah neko-neko. Orangnya juga jujur banget, saya salut. Kalau anak seumuran dia biasanya minta dibeliin handphone, ini dia malah beli sendiri," ungkapnya.
Doni sudah menjadi montir sejak lima tahun silam. Ilmu tersebut dipelajarinya secara otodidak dari Sutarmin.
Bahkan Doni menjadi rekan kerja sang ayah merintis bengkel sepeda motor yang sudah berdiri sejak 10 tahun silam.
"Dia sekolah cuma sampai SMP kemudian enggak lanjut. Sekarang dia jadi montir, belajar sendiri dan saat ini sudah bisa modif motor. Padahal saya berharap banyak dia bisa gantiin saya untuk meneruskan usaha bengkel ini tapi ternyata cuma sampai di sini aja," katanya.