TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok curiga ada upaya memutar balikkan fakta.
Pertanyaan dikepalanya muncul, "Kok tiba-tiba saya yang dibilang barter?
Ahok enggan disebut menyalahi aturan. Terutama karena mencantumkan kontribusi tambahan dalam rancangan peraturan daerah terkait reklamasi.
Rumusannya 15 persen dikali obyek pajak dikali area yang dapat dijual.
Bahkan, dia menyebut ada upaya penggiringan opini, seakan dirinya bersalah.
Kata Ahok, yang patut dicurigai adalah dana yang diberikan Bos Agung Podomoro Ariesman Widjaja kepada Mohamad Sanusi.
"Yang dicurigai barter tuh lebih cocok mereka, bukan saya," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
Ahok bantah ada barter dirinya dengan pengembang reklamasi.
Bila disebut barter, seharusnya sama-sama menguntungkan.
Tapi, kontribusi tambahan malah menambahkan kewajiban pengembang agar turut serta dalam pembangunan ibu kota.
Semisal untuk melakukan pembangunan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan musibah banjir oleh pemerintah di daratan Jakarta.
Ahok menjelaskan, andai barter tidak mungkin Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan taksiran (appraisal).
Hal itu untuk menentukan nilai kontribusi tambahan pengembang melakukan pembangunan.
"Ini bukan barter. Tapi justru arah barter ke saya. Yang dicurigai barter tuh lebih cocok mereka (Ariesman dan Sanusi), bukan saya," kata Ahok.