TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyayangkan pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli yang mengatakan reklamasi dihentikan.
Pernyataan Rizal disebut Ahok telah mengganggu iklim investasi. Ahok mencontohkan, semisal sebuah stasiun televisi disebut akan tutup, dipastikan pemasang iklan enggan bekerja sama dengan statiun televisi tersebut.
Sama halnya dengan reklamasi Pulau G, Teluk Jakarta. Pastinya membuat iklim usaha perusahaan terganggu, khususnya pengembang reklamasi, yakni PT Muara Wisesa Samudera anak perusahaan PT Agung Podomoro Land.
"Investasti itu, kalau ada seorang menteri ngomong, ini mempengaruhi pasar modal lho. Misalnya punya stasiun TV A, lalu saya ngomong TV A mau saya tutup, misal saya punya wewenang. Kira-kira yang pasang iklan mau pasang iklan lagi enggak? Enggak," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2016).
Pernyataan atau keputusan yang diambil Rizal tidak bisa digugat pengembang reklamasi. Pasalnya, keputusan hanya melalui ucapan bukan melalui surat keputusan. Karenanya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersurat ke Istana Presiden untuk menanyakan nasib reklamasi Pulau G.
Untuk memastikan reklamasi Pulau G harus dihentikan atau dilanjutkan. Pemprov DKI juga mempertanyakan soal hasil kajian tim komite gabungan tentang keputusan penghentian reklamasi di atas Pulau G yang bisa saja ditafsir, berhasil membatalkan Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995, bahwa kewenangan menerbitkan izin dan menghentikan proyek reklamasi ada di tangan Gubernur.
"Waktu rapat terbatas, kajian tim dengan keputusan itu beda. Yang paling rapi justru Pulau G," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
Ahok menengarai, untuk kerusakan lingkungan, pembangunan Pulau C dan D yang direklamasi oleh PT Kapuk Naga Indah lebih parah jika dibandingkan dengan G.
"Yang paling kacau justru Pulau C dan D. Terus yang paling kacau lagi KBN. Tidak ada izin, dia urug 12 hektare," tutup Ahok.