TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian besar pengunjung Gelora Bung Karno (GBK) mempertanyakan mengapa mereka harus bayar parkir dua kali di area stadion terbesar di Indonesia itu.
Padahal, setiap memasuki area GBK, pengunjung yang membawa kendaraan pribadi akan mengambil tiket parkir dari mesin yang dikelola oleh petugas parkir resmi di sana.
Ketika pengunjung memarkirkan kendaraannya, baik mobil maupun sepeda motor, akan terlihat beberapa pria dewasa dengan seragam warna biru bertuliskan "Petugas Parkir".
Mereka terlihat sibuk mengarahkan pengendara agar parkir di tempatnya.
"Ini bukannya bayar di depan, Pak?" tanya seorang pemuda yang hendak keluar dari area parkir sepeda motor dekat Pintu 7 GBK, Minggu (17/7/2016).
"Enggak, bayar dulu di sini, Rp 5.000," jawab pria yang mengenakan seragam petugas parkir tersebut.
Kompas.com yang menanyakan kepada salah satu tukang parkir kenapa harus bayar dua kali, hanya dijawab singkat.
"Beda, beda sama (petugas parkir) depan," ucap dia.
Menurut salah satu petugas parkir resmi, orang yang meminta uang kepada pengendara di dalam merupakan petugas parkir liar.
Meski begitu, ketika ditanya kenapa petugas parkir liar masih ada di dalam, para petugas parkir tidak memberi penjelasan apapun.
"Pokoknya di sana itu parkir liar, jangan mau," ujar petugas parkir perempuan yang enggan menyebutkan namanya.
Pantauan Kompas.com, sejak Minggu pagi, jumlah untuk sepeda motor saja di satu lahan parkir mencapai ratusan unit.
Bila pungutan parkir liar Rp 5.000 dikali jumlah unit sepeda motor, maka jumlahnya mencapai Rp 500.000.
Nominal itu belum dihitung dengan pemasukan dari pungutan liar parkir mobil.
Pengalaman Tribunnews.com, parkir di samping JCC juga sering sejumlah orang yang memaksa untuk membayar Rp 5.000 setiap sepeda motor yang parkir di tempat itu.
Jika tak dibayar maka, sepeda motor tidak dibiarkan keluar dari tempat itu yang telah dipalang dengan bambu dan kayu.
Padahal begitu keluar dari area GBK juga harus membayar lagi menggunakan karcis resmi yang dikeluarkan pihak GBK.
Masalah ini sudah lama terjadi namun tidak pernah ada solusi bahkan tetap bertahan di era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Penulis : Andri Donnal Putera